Andi Iwan menyoroti dominasi BUMN Karya dalam proyek jalan tol. Dari 28 ruas jalan tol, sekitar 61,9 persen di antaranya dilaksanakan oleh BUMN Karya yang bertindak sebagai investor sekaligus kontraktor.
“Ini menjadi konflik kepentingan. Bagaimana mungkin efisiensi bisa dicapai jika satu pihak memegang dua peran utama dalam proyek? Bisa saja lebih fokus pada margin keuntungan daripada kualitas layanan,” paparnya.
Ia mengingatkan bahwa ketidaksesuaian perencanaan awal kerap berujung pada adendum kontrak yang merugikan, termasuk dalam penentuan tarif tol. “Kalau dari awal perhitungannya benar, sesuai dengan kondisi di lapangan, tentu perencanaan dan pelaksanaan bisa lebih akuntabel,” tegasnya.
Sebagai penutup, ia menekankan bahwa pemenuhan SPM bukan sekadar formalitas. “Kalau dari awal sudah keliru, bagaimana mungkin SPM bisa terpenuhi? Ini bukan hal sepele. Ini menyangkut keselamatan dan kenyamanan rakyat,” tutupnya. (sae)