English English Indonesian Indonesian
oleh

Menua di Negeri yang Belum Ramah: Krisis Perhatian terhadap Hak dan Martabat Lansia

Dr. Minsarnawati, SKM, M.Kes

Tanggal 29 Mei 2025 kembali kita memperingati Hari Lansia Nasional. Namun di tengah meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia, masih banyak lansia yang menua dalam kesunyian, kesakitan, dan ketidakpastian. Mereka menghadapi kenyataan pahit bahwa negara belum sepenuhnya hadir dalam kehidupan hari tua mereka. Sehigga kita perlu bertanya: apakah peringatan ini hanya seremonial, atau menjadi momentum untuk meninjau kembali sejauh mana hak dan martabat para lansia benar-benar dilindungi di negeri ini?

Banyak yang sepakat bahwa menjadi tua adalah bagian dari proses alami, tetapi menua dalam sistem sosial yang abai justru menjadi luka kolektif bangsa. Meski peraturan dan kebijakan telah diterbitkan, termasuk Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024, yang mengatur pelaksanaan layanan kesehatan dan perlindungan kelompok rentan termasuk lansia. Namun implementasinya masih jauh dari harapan.

Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 mencatat bahwa 12% penduduk Indonesia adalah lansia—dan angka ini akan terus bertambah. Namun, realitas yang mereka hadapi sungguh menyedihkan. Banyak yang masih bekerja di usia senja bukan karena semangat produktivitas, melainkan karena tidak adanya jaminan ekonomi dan sosial yang layak.

Kehidupan para lansia di daerah pedesaan maupun perkotaan menunjukkan minimnya infrastruktur sosial yang inklusif. Mereka kesulitan mengakses layanan kesehatan, tidak memiliki transportasi yang ramah usia, dan sering kali hidup dalam isolasi sosial.

PP No. 28 Tahun 2024 diterbitkan sebagai peraturan pelaksana yang mencakup berbagai aspek pelayanan kesehatan nasional. Di dalamnya, terdapat ketentuan tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi kelompok rentan, termasuk lansia. PP ini menegaskan bahwa pemerintah pusat dan daerah wajib menjamin tersedianya layanan kesehatan yang adil dan merata, termasuk bagi masyarakat lanjut usia (pasal 62-81).

Namun, dalam praktiknya, klausul ini sering kali hanya berhenti di atas kertas. Beberapa kritik yang relevan terhadap implementasi PP No. 28 Tahun 2024 antara lain:
Belum semua Puskesmas (tingkat primer) diterapkan sistem layanan geriatrik yang terstruktur, padahal beban penyakit kronik pada lansia terus meningkat.

Minimnya pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan hak lansia di daerah.

Tidak ada alokasi anggaran khusus untuk layanan berbasis komunitas seperti homecare.

Dalam setiap peringatan Hari Lansia, pemerintah sering mengangkat narasi tentang “penghormatan terhadap martabat lansia.” Namun, martabat tidak cukup hanya dengan simbol atau penghargaan sekali setahun. Martabat lansia semestinya terwujud dalam pelayanan publik yang menjamin hak mereka secara adil dan berkelanjutan.
Salah satu ukuran negara yang maju adalah seberapa baik ia memperlakukan kelompok rentannya. Saat ini, kita belum bisa mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang ramah lansia. Fasilitas publik kita belum inklusif. Perencanaan kota tidak melibatkan kebutuhan lansia. Dan yang lebih menyedihkan, kebijakan pusat tidak diikuti dengan komitmen anggaran dan pelaksanaan di daerah.

Jika kita ingin menjadikan PP No. 28 Tahun 2024 sebagai pintu masuk perbaikan nasib lansia, maka beberapa langkah berikut sangat penting untuk diperjuangkan:
Implementasi dari Juknis Gerakan Semua Cinta Lansia pada semua tingkat layanan.

Tambahkan regulasi teknis turunan di tingkat daerah yang mewajibkan integrasi program lansia.

Kembangkan sistem pendampingan lansia berbasis komunitas dengan dukungan anggaran.

Indonesia bukan kekurangan regulasi—kita punya banyak. Tapi yang langka adalah komitmen untuk mengubah regulasi menjadi aksi nyata yang terasa sampai ke pelosok desa dan pinggiran kota. PP No. 28 Tahun 2024 adalah langkah administratif yang penting, tetapi belum cukup tanpa implementasi yang berpihak dan berkelanjutan.

Hari Lansia Nasional harus menjadi pengingat, bahwa kita semua sedang berjalan menuju masa tua. Apa yang hari ini kita bangun untuk para lansia, pada akhirnya adalah warisan sistem yang akan kita rasakan sendiri di kemudian hari.

Menua adalah keniscayaan. Tetapi menjadi tua dalam keadilan dan martabat adalah hak yang wajib dijamin negara. Bukan sekadar janji, tapi bukti.

*Dr. Minsarnawati, SKM, M.Kes adalah pemerhati isu kesehatan masyarakat dan dosen epidemiologi pada Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis dapat dihubungi melalui [email protected]

News Feed