FAJAR, MAKASSAR – Dalam tiga minggu terakhir keluhan ketiadaan obat disampaikan masyarakat, terutama keluarga pasien dirawat di Rumah Sakit (RS) milik Pemprov Sulsel.
Yakni pasien di RS Labuang Baji, Haji, Dadi, Fatimah, Pertiwi, dan RS Gigi dan Mulut. Hal itu terjadi sejak diberlakukannya sistem satu pintu soal pengadaan barang dan jasa (Barjas) oleh Pemprov Sulsel.
Dimana setiap pengadaan, termasuk obat obatan bagi RS harus dilaporkan dulu ke Bappeda, lalu ke Biro Barjas untuk kemudian ditindaklanjuti.
Sekretaris Komisi E DPRD Sulsel, dr Fadli Ananda menyampaikan khusus RS harusnya bisa dilakukan respons cepat, berbeda dengan pengadaan di sektor yang lain.
“Selama ini kan RS langsung menghubungi vendor bila kekurangan obat. Kita pahami maksud baik pak gubernur dengan sistem satu pintu yang diterapkan, tetapi jangan abaikan pasien,” kata Fadli Ananda.
Kalaupun sistem ini tetap dipaksakan berlaku di RS, maka dia meminta ada orang dari Biro Barjas yang standby di seluruh RS milik Pemprov Sulsel melakukan antisipasi hal tersebut.
“Mirip dengan BPJS. Harus seperti itu. Karena keselamatan pasien paling utama,” ujar Fadli Ananda. Ia khawatir dengan kebijakan berubah-ubah yang dikeluarkan oleh pemerintah pelayanan terabaikan.
“Terlambat sedikit berbahaya. Sedangkan pengadaan barang di setiap RS harus perbulan,” tutur politisi dari PDIP ini.
Dengan adanya kebijakan tersebut, berdampak pada lambatnya pelayanan ke sejumlah rumah sakit milik pemerintah provinsi sehingga stok obat terbatas.
Beruntung karena saat Komisi E DPRD Sulsel melakukan sidak ke RS Labuang Baji pada Rabu 28 Mei kemarin, berangsur obat-obatan mulai berdatangan.
Harapannya ke depan, RS tidak boleh lagi kekurangan obat sehingga berdampak pada keselamatan pasien dan kinerja dokter maupun RS. (*)