Kebijakan moneter ekspansif bersifat counter cyclical, mengingat pada kuartal pertama 2025, pertumbuhan ekonomi nasional melambat, menjadi hanya 4,87 persen secara tahunan. Hal ini disebabkan oleh kontraksi komponen pengeluaran pemerintah sebesar 1,38 persen. Angka di atas lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pengeluaran pemerintah pada kuartal keempat 2024 sebesar 4,17 persen.
Secara teoritis, pada saat pengeluaran pemerintah mengalami kontraksi maka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai target sekitar 5,1 – 5,2 persen diperlukan kebijakan moneter yang ekspansif dengan menurunkan suku bunga acuan.
Permasalahannya sekarang adalah seberapa efektif kebijakan penurunan BI rate mendongkrak pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. International Monetary Fund (IMF) memprediksi pertmbuhan ekonomi nasional melambat menjadi 4,7 persen tahun 2025.
Eefektifitas kebijakan moneter menurunkan BI rate mempengaruhi inflasi, stabilitas sistem keuangan dan pertumbuhan ekonomi tergantung pada seberapa baik transmisi penurunan BI rate terhadap sektor riil.
Pengalaman menunjukkan bahwa interest rate pass through hanya efektif dalam jangka panjang dan bersifat asimetris antara suku bunga deposito dengan kredit. Penurunan BI rate sangat sensitif terhadap penurunan suku bunga deposito tetapi bersifat inelastis terhadap suku bunga kredit.
Lamanya waktu yang diperlukan BI rate mempengaruhi sektor riil tidak akan efektif mempengaruhi perekonomian. Hal ini terkait dengan ketidakpastian perekonomian global karena tarif Trump yang berubah-ubah. Saat ini, dilakukan penundaan hingga 90 hari.