Pandangan senada disampaikan oleh Agung Yudha, Direktur Eksekutif Modantara. Dalam pernyataannya, ia mengingatkan bahwa industri mobilitas digital telah menyumbang sekitar 2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Pemangkasan komisi tanpa kajian ekonomi yang komprehensif bisa berdampak pada penurunan pendapatan pengemudi, hilangnya lapangan kerja, hingga gangguan pada sektor-sektor lain seperti UMKM dan layanan keuangan.
Agung merinci bahwa setidaknya 1,4 juta orang berisiko kehilangan pekerjaan bila komisi diturunkan secara sepihak. Selain itu, aktivitas ekonomi digital bisa mengalami kontraksi hingga 5,5 persen, dengan kerugian ekonomi mencapai Rp178 triliun. “Ini bukan angka kecil. Kita sedang bicara tentang efek domino dalam ekosistem yang luas,” tegasnya.
Fakta di lapangan menunjukkan kontribusi besar ekosistem ojol dalam mendukung UMKM. Lebih dari 20 juta UMKM telah terdigitalisasi melalui platform seperti Gojek dan Grab. Bila komisi diturunkan dan pendapatan perusahaan menurun, maka program-program digitalisasi dan insentif pengemudi bisa terdampak signifikan, bahkan terancam dihentikan.
Pakar ekonomi Piter Abdullah pun ikut bersuara. Dalam wawancara di kanal Akbar Faizal Uncensored, ia memperingatkan bahwa regulasi yang emosional justru bisa mengacaukan industri teknologi yang selama ini menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.
“Kita bisa kehilangan investor. Bisa kehilangan kepercayaan. Industri yang kita bangun 10 tahun terakhir bisa ambruk hanya karena satu kebijakan tergesa,” ujarnya.