English English Indonesian Indonesian
oleh

CIFOR-ICRAF Dorong Pengelolaan DAS Berkelanjutan

FAJAR, MAKASSAR — Krisis iklim terus mempengaruhi kondisi alam. Keberadaan Daerah Aliran Sungai (DAS) terus mengalami degradasi.

Pengelolaan DAS berkelanjutan akan mempengaruhi banyak faktor kehidupan di masyarakat. Baik secara alam maupun ekonomi bagi mereka yang menggantung diri di sektor pertanian.

Di Sulawesi Selatan contohnya, ada empat DAS prioritas yang keberadaannya perlu perhatian lebih. Dua diantaranya melintas antar provinsi, yakni DAS Saddang dan Larona. Sementara DAS Bila Walanae dan DAS Jeneberang murni menghidupi Sulsel.

Bekerja sama dengan CIFOR-ICRAF Indonesia dalam riset-aksi Land4Lives yang didukung oleh Pemerintah Kanada, pemutakhiran dokumen Rencana Pengelolaan DAS (RPDAS) dimotori oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sulawesi Selatan, BPDAS, dan Forum DAS.

Fokus utama RPDAS tersebut mengarah ke Bila Walanae. Luas DAS tersebut 744.896 ha yang terbagi dalam enam sub DAS, yakni Batu Puteh, Malanroe, Mario, Minraleng, Sanrego, dan Bila Walanae.

DAS ini terbentang dalam delapan wilayah administrasi, mulai dari Barru, Bone, Enrekang, Maros, Pangkep, Sidrap, Soppeng, dan Wajo. Sayangnya, 22 persen lahan tersebut atau setara 166.974 ha masuk kategori sangat kritis.

Hal tersebut membuat sebagian besar DAS Bila Walanae rawan banjir, kekeringan, tanah longsor, erosi, degradasi lahan kritis, perubahan tutupan lahan, dan perubahan iklim. Kondisi ini tidak hanya mengancam secara alamiah, melainkan juga keberlangsungan hidup orang banyak di sepanjang DAS.

Ketua Forum DAS Usman Arsyad mengatakan, lebih dari 100 DAS di Sulsel yang daya dukungnya perlu pemulihan. Ada beberapa komponen bio fisik yang mengalami kerusakan, misalnya perubahan tutupan lahan berupa hutan dan pertambahan lahan kritis.

News Feed