English English Indonesian Indonesian
oleh

CIFOR-ICRAF Dorong Pengelolaan DAS Berkelanjutan

“Tentang kerusakan, kita bisa lihat indikatornya saja, kalau dulu itu banjir dalam satu tahun kita bisa hitung, sekarang itu intensitasnya semakin merapat, jadi lebih sering terjadi banjir ditambah dengan longsor, kekeringan, kebakaran hutan,” ulas Usman, dalam pembahasan RPDAS di Hotel MaxOne, Makassar, Senin, 26 Mei.

Usman mengungkapkan pemerintah tengah mengukur seberapa besar kerusakan DAS untuk menyusun perencanaan dan pengelolaan DAS terpadu.

Kata Usman, DAS adalah satu-satunya ekosistem alam yang memproduksi air. Fakta sekarang adalah semakin hari jumlah manusia semakin banyak, ketersediaan air akan semakin menurun.

“Dan itu kita rasakan semua bahwa ketika musim kemarau harapan kita ketika keran itu dibuka harus ada air yang keluar ternyata banyak yang tidak mengeluarkan air,” ucapnya.

Lanjut Usman, bahwa para ahli sudah sepakat seluruh wilayah daratan ini sudah terbagi habis dalam DAS. Setiap air yang dipakai dan dibuang semestinya masuk ke dalam tanah, bukan dibawa ke saluran air, karena itu akan menyumbang banjir.

“Semua Perencanaan yang kita susun ini bersama-sama dalam rangka bagaimana sebanyak mungkin air itu bisa masuk ke dalam tanah bermanfaat dan keluar pada musim kemarau. Itu harapan kita semua,”ungkapnya.

Kasubbag perencanaan BPDAS
Jeneberang-Saddang, Selly Oktavia Hariany, mengutarakan bahwa DAS Bila Walanae dan DAS Saddang sangat urgen untuk dipulihkan. Rencana pengelolaannya akan masuk ke dalam RPJMN.

Pihaknya telah berkolaborasi dengan Dinas Kehutanan Sulsel, baik Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) secara vegetatif sejak tahun 2014-2024. Misalnya di Bila Walanae itu pada Danau Tempe yang merupakan salah satu danau prioritas. Ada penanganan terkait ecohidrolika, sumur resapan, dan penampungan air hujan.

News Feed