“Saya benar-benar terpanggil untuk menjadi petugas dan menikmati bisa membantu tamu Allah. Saya tidak jijik ketika harus bersentuhan dengan segala noda yang ada di tubuhnya, termasuk harus melap dengan tisu,” ungkap Eko.
Baginya itulah tantangan dalam bertugas sebagai petugas PPIH. “Belum lagi harus diludahi oleh jemaah dimensia, itu harus kita sabar menghadapinya demi membantu mereka sebagai tamu Allah,” ujar pria sulung dari empat bersaudara ini.
Prinsipnya sangat sederhana. Dia selalu mengingat pesan mendalam yang disampaikan Menag Nazaruddin Umar, bahwa perlakukanlah jemaah seperti Anda melindungi ibu Anda sendiri.
“Itu nasihat yang saya tidak bisa lupa. Coba kalau ibu kita dalam posisi itu, bagaimana harus memperlakukannya,” ucap Eko dengan mata binar mengingat ibunya, Siti Aminah.
Pun, Eko berkisah saat menghadapi salah satu jemaah haji gangguan dimensia asal embrakasi LOP Lombok, NTB.
Jemaah perempuan itu berontak menolak naik bus. Ia mencari anaknya bernama Joko.Eko tak kehabisan akal, ia mencoba scan barcode ID haji yang digunakan sang ibu. Dikontaklah putranya itu ke Tanah Air dan benar bisa tersambung.
Ia berbicara sambil menyodorkan speker ponsel ke jemaah gangguan dimensia ini. Eko sekaligus memperkenalkan ke ibu ini bahwa dirinya berteman baik dengan Joko – si anak ibu.
“Itu saya video call ke anaknya, dan akhirnya bisa dibujuk untuk naik di bus. Jadi, menghadapi orang seperti ini tidak bisa dengan cara-cara mendesak, tapi harus dibujuk dengan berbagai cara. Nah, pas ibunya sebut anaknya si Joko, itulah cara terbaik saya untuk membujuk,” beber Eko.