English English Indonesian Indonesian
oleh

Trade War 2.0 dan Peluang Indonesia

Dampak negatif Trade War 2.0 jauh lebih besar karena pengenaan tarif ekstra tinggi tidak hanya terhadap China, tetapi juga terhadap puluhan negara lainnya. Dimana, Vietnam dikenakan pajak hingga 46 persen, Thailand 36 persen, Banglades 37 persen dan Indonesia 32 persen.

Trade War 2.0 bertujuan untuk mengurangi defisit perdagangan AS dengan China dan negara lainnya. Hingga tahun 2024, defisit perdagangan AS – China mencapai 295 miliar dolar AS, tertinggi dibandingkan negara lainnya.

Ekskalasi perang dagang AS – China berdampak negatif terhadap perekonomian global, termasuk perekonoian AS, China dan Indonesia. Hal ini tercermin pada proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang menurun dari 3,2 persen menjadi 2,8 persen tahun 2025.

Sementara pertumbuhan ekonomi AS diprediksi melambat menjadi 1,8 persen dari sebelumnya 2,5 persen, China melambat dari 4,5 menjadi 4,0 persen, dan Indonesia melambat dari 5,1 menjadi 4,7 persen tahun 2025.

Sebelum deeskalasi, penundaan pemberlakukan tarif resiprokal Trump dan kesepakatan penurunan tarif resiprokal AS ke China serta retaliasi China ke AS, bank investasi terbesar dunia, Goldman Sach memproyeksikan bahwa terdapat sekitar 60 persen peluang terjadinya resesi perekonomian global pada tahun 2025.

Pertanyaannya sekarang, apa yang harus dilakukan Indonesia di tengah Trade War 2.0 untuk memanfaatkan peluang investasi, seperti yang didapatkan Vietnam, Thailand dan Banglades pada periode Trade War 1.0?

Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mengakselerasi peningkatan efisiensi perekonomian nasional melalui investasi besar-besaran pada program R&D. Meningkatkan kapasitas R&D dalam negeri untuk melahirkan inovasi-inovasi baru.

News Feed