Andi juga menegaskan ada orang yang selalu koar-koar mengatasnamakan ojol padahal bukan ojol. Bahkan para pengemudi sepenuhnya sadar bahwa hubungan kerja mereka dengan aplikator bersifat kemitraan, bukan hubungan kerja sebagai buruh.
Namun, ia menekankan pentingnya kehadiran regulasi yang memperkuat posisi driver agar tidak terus-menerus berada dalam ketidakpastian.
“Kami tidak menuntut status jadi buruh atau karyawan, tapi kami butuh aturan yang
memastikan kemitraan ini adil dan menguntungkan untuk semua pihak dan melindungi kami. Yang kami lawan adalah ketimpangan, bukan status kemitraan itu sendiri,” katanya.
KON menilai bahwa jalan terbaik untuk menyelesaikan berbagai persoalan pengemudi adalah melalui dialog terbuka dan penyusunan regulasi yang jelas.
Ini bukan melalui cara-cara politik yang berisiko dimanfaatkan oleh segelintir elite politik saja padahal tidak mewakili realitas driver di lapangan.
“Kami lebih memilih jalur dialog dan advokasi kebijakan. Itu sikap kami. Aksi yang tidak jelas arah dan tujuannya justru salah-salah bisa merugikan nasib driver sendiri, yang mau tanggung jawab kalau terjadi seperti itu?,” tegas Andi.
KON mengajak semuanya, termasuk pemerintah, perusahaan aplikasi, dan masyarakat sipil, untuk rembukan melibatkan komunitas pengemudi ojol secara langsung dalam proses penyusunan regulasi kemitraan digital yang adil, fair dan sesuai dengan cara kerja ojol saat ini. (wis)