Oleh: Anita (Analis Kebijakan Ahli Madya Politeknik STIA LAN Makassar)
Fenomena krisis fiskal pada pemerintah daerah di Indonesia telah menjadi realitas yang memprihatinkan. Awal tahun 2025 membuka mata kita dengan pemandangan yang mencengangkan, sejumlah kepala daerah yang baru dilantik harus berhadapan dengan kondisi APBD yang defisit, hingga untuk sekadar membayar gaji dan tunjangan ASN pun mereka mengalami kesulitan. Situasi ini semakin berat dengan adanya kebijakan pemerintah pusat yang secara resmi memangkas besaran penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) bagi daerah melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2025, serta Keputusan Menteri Keuangan Nomor 29 tahun 2025 tentang Penyesuaian Rincian Alokasi TKD.
Lemahnya kemampuan keuangan pemerintah daerah bisa dilihat melalui hasil audit BPK Tahun 2021. Hasil perhitungan Indeks Kemandirian Fiskal (IKF) dan evaluasi kualitas desentralisasi fiskal, menunjukkan 443 dari 503 pemerintah daerah atau 88,07% masuk dalam kategori “Belum Mandiri”. Angka ini menunjukkan bahwa mayoritas pemerintah daerah di Indonesia masih sangat bergantung pada kucuran dana dari pemerintah pusat. Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Kemendagri dan para Gubernur pada 30 April 2025, mengungkapkan fakta mengejutkan dimana hanya empat daerah yang tidak bergantung pada dana transfer pusat, yaitu Provinsi Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di atas 60 persen. Sisanya berada dalam posisi tengah, bahkan banyak yang PAD-nya kurang dari 10 persen.