Lebih miris lagi, kondisi ini bertentangan dengan komitmen yang tertuang dalam Rancangan Awal RPJMD 2025–2029, di mana Pemprov Sulsel berjanji akan membina atlet berprestasi dan meningkatkan daya saing olahraga. Namun, di lapangan, janji itu terbentur alasan klasik: keterbatasan anggaran.
“Kami tidak hanya bicara soal tinju. Semua cabang olahraga mengalami hal serupa. Pemerintah seolah menunggu ‘waktu yang tepat’, padahal waktu terbaik itu sudah lewat sejak PON selesai. Ini soal keteladanan dan penghargaan atas kerja keras anak-anak daerah,” lanjut Januar.
Dengan menempati peringkat ke-16 nasional, prestasi Sulsel di PON XXI seharusnya menjadi momentum untuk memberi motivasi lebih besar kepada atlet, bukan justru memudarkan semangat karena alasan birokrasi fiskal.
Pertina Sulsel mendesak agar Pemprov segera mengalokasikan anggaran bonus atlet melalui APBD Perubahan 2025 atau menggunakan skema penghargaan langsung melalui dinas teknis terkait.
“Jika tak ada komitmen nyata, jangan harap semangat atlet akan bertahan untuk PON berikutnya. Ini bukan soal menunda uang, tapi soal mengabaikan kehormatan daerah sendiri,” tegas Januar.
“Setiap keterlambatan bukan hanya mencederai semangat atlet, tapi juga mencoreng komitmen visi pembangunan SDM unggul yang sudah dicanangkan Pemprov dalam RPJMD,” tutupnya. (sae)