Namun di balik peningkatan jumlah tenaga kerja, tantangan upah rendah masih menghantui. Di Sulawesi Selatan, sekitar 18,95 persen pekerja menerima upah kurang dari 1 juta rupiah. Bahkan, ada 222 ribu orang (11,34 persen) yang hanya menerima kurang dari 400 ribu per bulan. Sedangkan pekerja yang menerima upah antara 1–2 juta mencapai 20,53 persen atau sekitar 402 ribu orang. Ini menunjukkan bahwa banyak pekerjaan yang belum layak secara ekonomi.
Selain rendahnya upah, tantangan lainnya terletak pada sektor tempat para buruh bekerja. Sebagian besar pekerja berada di sektor pertanian dan perdagangan, dua sektor dengan rata-rata upah rendah meskipun menjadi penopang utama ekonomi daerah.
Di sektor pertanian, upah rata-rata hanya 1,5 juta rupiah, sedangkan di sektor perdagangan 2,56 juta rupiah. Sementara itu, sektor pertambangan menawarkan upah tertinggi, yaitu sekitar 5,79 juta rupiah per bulan. Ini mengindikasikan adanya ketimpangan pendapatan antar sektor yang cukup mencolok.
Kesejahteraan tidak hanya ditentukan oleh sektor kerja, tetapi juga oleh tingkat pendidikan. Pendidikan menjadi faktor kunci dalam peningkatan kualitas hidup dan daya saing tenaga kerja. Di Sulawesi Selatan, sekitar 22,70 persen pekerja hanya maksimal tamat SD, 9,90 persen tamat SMP, 34,98 persen tamat SMA/SMK, dan hanya 32,42 persen memiliki ijazah perguruan tinggi. Pendapatan sangat berkorelasi dengan latar belakang pendidikan. Lulusan S-1 memperoleh rata-rata Rp4,1 juta per bulan, sedangkan tamatan SD hanya Rp1,9 juta, dan yang tidak sekolah hanya Rp1,2 juta.