English English Indonesian Indonesian
oleh

Saatnya Beralih ke Gaya Hidup Less Waste?

Oleh: Nurhaliza Suci Ramadhani
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

Lebaran selalu menjadi momen spesial yakni rumah dipenuhi keluarga, meja makan penuh hidangan lezat, dan suasana penuh kebahagiaan. Tapi di balik itu, ada satu warisan lain yang “meriah” usai Lebaran adalah tumpukan sampah. Mulai dari kemasan makanan instan, plastik bungkus kue, hingga sisa makanan, semuanya ikut membeludak setelah lebaran. Fenomena ini bukanlah hal baru, menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan 175.000ton sampah setiap hari​. Peningkatan signifikan terjadi saat hari raya besar, termasuk Idulfitri. Ironisnya, di tengah gencarnya kampanye Zero Waste di media sosial, perubahan nyata dalam gaya hidup masyarakat masih belum meluas.

Zero Waste: Idealisme atau Tren Sosial Media?

Zero Waste atau kerap dikenal gaya hidup tanpa sampah, adalah konsep hidup yang bertujuan menekan produksi sampah seminimal mungkin. Prinsip utamanya adalah 5R: Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, dan Rot. Gerakan ini semakin populer di Indonesia seiring berkembangnya media sosial dan komunitas hijau. Tokoh seperti Bea Johnson menjadi inspirasi global dalam praktik hidup tanpa sampah​. Namun, efektivitasnya di Indonesia masih jadi perdebatan, sebuah studi menyebutkan bahwa penerapan gaya hidup ini di kalangan anak muda seringkali menjadi bagian dari identitas sosial dan gaya hidup global, bukan semata karena kesadaran ekologis​. Dalam penerapannya, tidak sedikit orang yang mengalami kendala untuk memperoleh produk ramah lingkungan atau merasa terbebani karena harganya yang cenderung lebih tinggi.

Less Waste: Realistis dan Bisa Dimulai dari Rumah

Dibanding focus pada target “nol sampah” yang sulit dicapai, pendekatan Less Waste atau mengurangi sampah dinilai lebih inklusif dan realistis. Terbukti bahwa edukasi tentang pengelolaan sampah di tingkat RT/RW mampu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat dalam memilah sampah dan mengurangi limbah rumah tangga​. Langkah kecil seperti membawa botol minum sendiri, memilih produk dengan sedikit kemasan, hingga membuat kompos dari sampah dapur adalah wujud nyata gaya hidup Less Waste. Bahkan program komunitas seperti Sahabat Jemput Sampah di Bandung menunjukkan bahwa pendekatan berbasis komunitas dapat memberikan dampak yang signifikan​.

Peran Media Sosial dan Kebijakan Publik

Media sosial memang memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap isu lingkungan. Namun terdapat risiko bahwa aksi lingkungan hanya sebatas konten yang dibagikan, tanpa diiringi tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari​. Di sisi lain, pemerintah juga memegang peranan kunci. Sayangnya, kebijakan mengenai pembatasan penggunaan plastik sekali pakai masih belum diterapkan secara konsisten dan tegas di seluruh daerah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lambatnya penerapan kebijakan ini disebabkan oleh minimnya insentif bagi industri ramah lingkungan serta lemahnya mekanisme pengawasan.

Solusi Menyeluruh: Gaya Hidup dan Sistem yang Mendukung

Menerapkan gaya hidup ramah lingkungan tidak bisa dibebankan hanya pada individu semata, melainkan perlu ditopang oleh sistem yang mendukung. Pengelolaan sampah yang terintegrasi, ketersediaan fasilitas daur ulang, serta edukasi berkelanjutan menjadi pilar utama dalam upaya ini. Zero waste pun seharusnya tidak sekadar menjadi kebiasaan, melainkan berkembang menjadi budaya yang diperkuat oleh kebijakan pemerintah dan kesadaran bersama. Contoh penerapan di negara-negara maju seperti Jerman membuktikan bahwa dukungan kebijakan seperti penerapan pajak plastik dan keberadaan sistem bank sampah mampu mendorong keterlibatan aktif masyarakat.

Generasi Muda: Agen Perubahan Masa Kini

Generasi muda memiliki peran penting dalam mendorong gaya hidup berkelanjutan melalui media sosial, kreativitas digital, dan kegiatan komunitas. Langkah sederhana seperti edukasi memilah sampah, membuat konten lingkungan, atau menciptakan produk ramah lingkungan bisa jadi awal perubahan. Gaya hidup Less Waste pun memberi manfaat langsung—membawa bekal sendiri, misalnya, tak hanya mengurangi sampah tapi juga memastikan makanan lebih sehat dan hemat. Perubahan kecil ini, jika dilakukan konsisten, dapat membawa dampak besar bagi lingkungan dan kualitas hidup

Bukan Soal Sempurna, Tapi Soal Mulai

Upaya mengurangi sampah setelah Lebaran tidak harus dilakukan dengan cara yang drastis. Justru, perubahan kecil yang dilakukan secara konsisten memiliki dampak yang lebih signifikan dibanding sekadar mengikuti tren. Gaya hidup Less Waste bukan sekadar soal mengganti kantong plastik dengan tote bag, tetapi juga menyangkut perubahan pola pikir dan pengambilan keputusan sehari-hari. Sebab pada akhirnya, bumi tidak memerlukan satu orang yang menjalani zero waste dengan sempurna, melainkan jutaan orang yang meskipun tidak sempurna, tetap berkomitmen untuk berkontribusi. (*/)

News Feed