Oleh: Indah Nur Ramadani
Mahasiswa FKM UNHAS
Tuberkulosis (TBC) merupakan masalah kesehatan yang serius di Indonesia, dengan lebih dari 1 juta kasus tercatat pada tahun 2023. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan dapat menular melalui udara. Tingginya angka kasus TBC di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk kepadatan penduduk, kondisi lingkungan yang buruk, dan stigma sosial yang menghambat pengobatan.
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis sebagai landasan hukum untuk mengatasi penyakit ini secara sistematis. Target eliminasi TBC mencakup penurunan insiden menjadi 65 kasus per 100.000 penduduk dan angka kematian menjadi 6 jiwa per 100.000 penduduk pada tahun 2030.
Jumlah kasus TBC di Indonesia
Indonesia menempati urutan kedua di dunia untuk jumlah kasus TBC, dengan angka yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020, tercatat 824.000 kasus, yang meningkat menjadi 969.000 pada tahun 2021, dan mencapai 1.060.000 pada tahun 2023. Peningkatan ini sebagian besar disebabkan oleh gencarnya sistem deteksi dan pelaporan pasca-pandemi Covid-19, yang mengungkapkan banyak kasus yang sebelumnya tidak terdiagnosis. Adapun kondisi kesehatan terkait tuberkulosis (TBC) di Indonesia pada tahun 2025 masih menjadi perhatian serius, dengan diperkirakan 1.090.000 kasus dan 125.000 kematian setiap tahun. Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk mencapai eliminasi TBC pada tahun 2030 dengan menurunkan insiden menjadi 65 per 100.000 penduduk.
Tantangan TBC di Indonesia
Salah satu tantangan utama dalam penanganan TBC adalah resistensi obat, yang semakin memperumit pengobatan. Selain itu, pandemi Covid-19 telah mengganggu deteksi dan pengobatan TBC, menyebabkan banyak kasus tidak terdiagnosis. Anak-anak menjadi kelompok yang rentan, dengan peningkatan signifikan dalam kasus TBC di kalangan mereka, yang dapat berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan mereka. Resistensi obat menjadi masalah serius dalam penanganan TBC karena munculnya strain bakteri yang resisten terhadap pengobatan standar membuat pengobatan menjadi lebih sulit dan memakan waktu lebih lama. Hal ini tidak hanya meningkatkan biaya perawatan, tetapi juga berpotensi meningkatkan angka kematian akibat TBC. Resistensi obat sering kali disebabkan oleh ketidakpatuhan pasien dalam menjalani pengobatan, yang dapat dipicu oleh stigma sosial dan kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar.
Stigma sosial terhadap penderita TBC juga menjadi tantangan yang signifikan. Banyak orang yang merasa malu atau takut untuk mencari pengobatan karena khawatir akan penilaian negatif dari masyarakat. Stigma ini dapat menghambat upaya deteksi dini dan pengobatan, sehingga memperburuk penyebaran penyakit. Edukasi yang kurang memadai tentang TBC di kalangan masyarakat juga berkontribusi pada masalah ini, di mana banyak orang masih memiliki pemahaman yang keliru tentang cara penularan dan pengobatan TBC.
Peran serta strategi Pemerintah dan Masyarakat dalam mengatasi TBC
Pemerintah Indonesia berperan dalam penanggulangan TBC melalui kebijakan, program imunisasi, dan pengembangan vaksin, serta meningkatkan akses layanan kesehatan. Sementara itu, masyarakat berkontribusi melalui edukasi, penyuluhan, dan dukungan komunitas untuk mendeteksi dan mengobati TBC secara efektif
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis dalam penanggulangan TBC melalui kebijakan dan program yang komprehensif. Melalui Kementerian Kesehatan, pemerintah mengimplementasikan berbagai program untuk meningkatkan deteksi, pengobatan, dan pencegahan TBC. Salah satu inisiatif penting adalah program skrining dan pengobatan yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus baru dan memastikan bahwa pasien mendapatkan perawatan yang tepat. Selain itu, pemerintah juga berupaya meningkatkan akses layanan kesehatan, terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau, dengan menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai dan pelatihan bagi tenaga medis.
Di sisi lain, masyarakat juga memiliki peran yang sangat penting dalam penanggulangan TBC. Edukasi dan kesadaran masyarakat tentang TBC menjadi kunci dalam mengurangi stigma dan mendorong individu untuk mencari pengobatan. Masyarakat dapat berperan aktif dalam menyebarkan informasi mengenai gejala TBC, cara penularan, dan pentingnya deteksi dini. Melalui kampanye kesehatan, seminar, dan diskusi di lingkungan sekitar, masyarakat dapat membantu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang penyakit ini. (*/)