FAJAR, MAKASSAR — Kinerja ekspor Sulsel pada Triwulan I 2025 mengalami pelemahan. Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel mencatat nilai ekspor dan impor pada Januari-Februari 2025 yang mencapai USD267,61 juta atau sekitar Rp4,21 triliun.
Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 16,89 persen jika dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024, di mana ekspor tercatat mencapai USD512,27 juta atau sekitar Rp7,47 triliun.
Penurunan ini melanjutkan tren negatif ekspor Sulsel selama tiga tahun terakhir. Pada Triwulan I 2023, nilai ekspor Sulsel masih berada di kisaran USD642,89 juta atau setara dengan Rp9,68 triliun.
Dengan kata lain, dalam dua tahun, Sulsel kehilangan lebih dari sepertiga nilai ekspornya, khususnya akibat tekanan global, ketergantungan pada komoditas tertentu, dan ketidakstabilan pasar internasional.
Komoditas ekspor utama Sulsel masih didominasi oleh nikel, yang menyumbang lebih dari 80 persen total nilai ekspor pada 2024. Selain nikel, komoditas lain seperti besi dan baja, biji-bijian berminyak, kakao/cokelat, serta produk perikanan seperti ikan dan udang turut berkontribusi. Namun, dominasi nikel yang begitu besar dinilai menjadi pedang bermata dua.
Ketua DPD Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Sulawesi Selatan dan Barat (Sulsebar), Arief R. Pabettingi, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap ketergantungan berlebihan terhadap satu komoditas.
“Kalau berharap dari kinerja ekspor, mau tidak mau varian komoditas ekspor kita harus lebih beragam. Saat ini, memang masih nikel yang primadona. Kalau itu nikel anjlok, turun semua nilai ekspor kita,” ujarnya.