“Setelah itu pemuda diamankan oleh beberapa simpatisan dan Pak Bupati melanjutkan perjalanan ke rumah jabatan bupati,” urainya.
Kurang Tepat
Masih Bersekat
SELURUH simbol Pilkada 2024 mestinya telah hangus. Dalam arti, perbedaan tak boleh lagi dibesar-besarkan menuju unifikasi kekuatan politik daerah.
Perihal mengapa masih ada pembagian berdasarkan nomor urut paslon (pasangan calon) pascapelantikan, pakar politik UIN Alauddin Makassar Prof Firdaus Muhammad menjelaskan bahwa hal ini merupakan efek dari konflik pilkada yang sempat memanas hingga berlarut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Sayangnya, bupati masih terjebak dalam emosi konflik pilkada. Padahal, setelah dilantik, seharusnya fokus pada pemerintahan yang inklusif,” ungkap mantan Dekan
Fakultas Adab dan Humanior UIN Alauddin Makassar itu.
Sifat temperamental seorang pemimpin dapat memicu ketidakstabilan politik jika tidak dikendalikan. “Jika karakter seperti ini tidak berubah, ia akan terus memantik konflik dan sulit diterima semua kalangan,” jelasnya.
Adapun konsekuensi politik ke depannya, menurutnya, bergantung pada kemampuan kepala daerah untuk berubah.
“Jika ia bisa lebih bijak dan merangkul semua pihak, situasi akan lebih kondusif. Namun, jika tidak, dikhawatirkan akan muncul polarisasi yang mengganggu pembangunan daerah,” tuturnya.
Dia berharap agar seluruh pemipin daerah khusus di Sulsel dapat mengambil pelajaran dari insiden ini dan lebih fokus pada kebijakan yang mempersatukan masyarakat.
“Pemimpin yang baik adalah yang mampu menahan emosi dan bekerja untuk semua, bukan hanya untuk kelompok tertentu,” pungkasnya. (sae/zuk)