English English Indonesian Indonesian
oleh

Bara dalam Sekam Pascapilkada

MAKASSAR, FAJAR — Selain Palopo, seluruh kepala daerah terpilih 2024 mulai bertugas. Meski telah menjabat, ada potensi ketidaksukaan lawan politik.

SELURUH kepala-wakil kepala daerah mesti menyadari itu. Mereka bukan lagi calon yang di belakangnya ada partai dan pendukung, plus di sekelilingnya ada lawan politik.

Mereka kini menjadi milik publik. Kebijaksanaan sangat diperlukan untuk mengintegrasikan kekuatan daerah. Menonjolkan partai, kelompok, dan apalagi nomor urut –yang telah basi itu–, justru akan rawan memicu konflik sosial. Kaliber kedewasaan kepala daerah mesti ditingkatkan.

Sikap emosional kepala daerah terhadap mereka yang dianggap lawan politik, berpotensi memperuncing perpecahan pascapilkada. Kekhawatiran muncul bahwa hal ini dapat mengganggu stabilitas pemerintahan jika tidak segera diatasi.

Turunkan Ego

Analis Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Prof Firdaus Muhammad mengatakan kepala daerah seharusnya menjadi simbol pemersatu masyarakat, bukan justru memantik konflik. Kasus Bupati Jeneponto Paris Yasir, misalnya, harus jadi pelajaran.

Tak boleh lagi ada kasus serupa oleh kepala daerah lainnya, yang melihat warga sebagai lawan politik. Padahal, pesta demokrasi berupa pilkada telah tutup buku, kecuali yang lanjut ke Pemungutan Suara Ulang (PSU), seperti Palopo.

“Meskipun bisa dipahami bahwa ada situasi yang memicu reaksi, sebagai pemimpin, harus lebih dewasa dalam menyikapi masalah,” kata Firdaus, pekan lalu.

Seorang kepala daerah harus mampu mengayomi seluruh lapisan masyarakat tanpa membeda-bedakan kelompok atau pendukung politik tertentu. Sifat cenderung emosional di ruang publik dapat menimbulkan citra negatif.

News Feed