English English Indonesian Indonesian
oleh

Penggugat Tanah Negara Menang di Tingkat Banding, Warga Akan Laporkan Hakim ke KY

HARIAN.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR–Lahan milik Pemprov Sulsel dan Pemkot Makassar diklaim oknum. Bahkan di tingkat banding, Pengadilan Tinggi (PT) Makassar memenangkan penggugat.

Tanah itu berada di Kelurahan Manggala, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Warga yang tergabung dalam Forum Warga Bersatu dari Perumahan Pemprov dan Pemkot Makassar di wilayah Manggala, Kota Makassar, merasa kecewa atas putusan hakim PT.

Mereka menyampaikan keprihatinan mendalam atas beredarnya informasi tentang kemenangan pihak Magdalena De Munnik dalam perkara sengketa tanah di PT Makassar.

Berdasarkan informasi yang diterima warga, lahan yang disengketakan seluas 52 hektare tersebut tercatat dalam dokumen lama Eigendom Verponding No. 12, sebagaimana disebutkan dalam Surat BPN Kota Makassar No. 11:13007.73.71/11/2011 tanggal 20 Januari 2011; dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah No. 309/2011 dari Kantor BPN Kota Makassar.

Namun, setelah warga melakukan pengecekan langsung di Kantor ATR/BPN Kota Makassar, Jumat 25 April 2025, dokumen tersebut tidak terdaftar dalam sistem resmi Kantor Badan Pertanahan.

“Sehingga diduga kuat surat tersebut palsu,” ujar Salah satu warga dari perwakilan Perumahan Pemprov Sulsel dalam keterangan tertulis kepada FAJAR, Jumat (25/4/2025).

Warga menyesalkan jika benar surat itu tidak pernah diterbitkan oleh BPN, namun justru dipakai sebagai dasar kemenangan gugatan di tingkat banding. “Ini sangat berbahaya,” tegas warga.

Ia menambahkan, ribuan warga akan terus berjuang mempertahankan tanah negara seluas 52 hektare dari klaim yang tidak berdasar. “Hak masyarakat tidak boleh dirampas dengan cara-cara kotor,” katanya.

Hal senada juga disampaikan Ansar, perwakilan warga Perumahan Pemkot Makassar. “Kami menyayangkan, dokumen yang tidak teregister di BPN bisa dipakai sebagai bukti di pengadilan,” ujarnya.

Ansar menegaskan, warga akan melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ini ke kepolisian, dan juga akan melaporkan hakim yang menangani perkara ini ke Komisi Yudisial.

“Kalau dibiarkan, ribuan warga bisa jadi korban dari proses hukum yang sesat,” tegasnya.

Atas dasar hal tersebut, warga menyatakan sikap:

  1. Mendesak BPN Kota Makassar untuk segera memberikan klarifikasi terbuka dan resmi terkait status hukum tanah yang disengketakan.
  2. Memohon dukungan Pemerintah Kota Makassar, DPRD Kota Makassar, dan seluruh instansi terkait untuk mengawal dan melindungi hak-hak warga Manggala, khususnya penghuni perumahan Pemprov dan Pemkot.
  3. Menolak segala bentuk intimidasi, penggusuran sepihak, dan kriminalisasi warga, terlebih jika didasarkan pada dokumen yang belum terbukti keabsahannya.
  4. Berkomitmen untuk tetap bersatu dan berjuang secara hukum dan konstitusional, demi kepastian hukum dan rasa keadilan bagi seluruh warga.

Pernyataan disampaikan sebagai bentuk tanggung jawab moral sebagai warga negara yang taat hukum dan cinta damai.

Pilih Kasasi

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Makassar dan BPN Provinsi Sulsel resmi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Tinggi (PT) Makassar terkait sengketa lahan seluas 52 hektare di Kecamatan Manggala, Kota Makassar.

Putusan PT Makassar dengan nomor perkara 57/PDT/2025/PT.MKS tanggal 19 Maret 2025 sebelumnya memenangkan penggugat, Magdalena De Munnik, yang mengklaim sebagai ahli waris atas tanah tersebut.

Pelaksana Tugas Kepala Biro Hukum Pemprov Sulsel, Herwin Firmansyah, mengatakan pihaknya menilai ada sejumlah kejanggalan dalam pertimbangan majelis hakim. Salah satunya, penggunaan dokumen yang diduga tidak pernah diterbitkan oleh BPN sebagai alat bukti.

“Kami sudah ajukan kasasi. Putusan banding ini berpotensi menimbulkan dampak luas karena menyangkut ribuan warga yang tinggal di kawasan tersebut,” kata Herwin, saat pertemuan di kantor Gubernur Sulsel, Senin (21/4/2025).

Herwin menambahkan, lahan tersebut sebelumnya adalah tanah kosong yang kemudian dikuasai negara melalui SK Gubernur No. 575/V/1992 dan dimanfaatkan untuk perumahan pegawai pemerintah.

Pihak BPN juga telah menyatakan keberatan atas pertimbangan majelis hakim yang masih mengakomodasi bukti tanah bekas hak barat. Padahal menurut peraturan yang berlaku, status tanah tersebut seharusnya telah kembali menjadi tanah negara.

Sengketa ini kini bergulir di Mahkamah Agung dan menunggu proses kasasi. Pemerintah berharap MA membatalkan putusan banding dan mengembalikan status lahan sebagai milik negara. (rls)

News Feed