Ia menyoroti pentingnya menjaga keberlanjutan program bantuan sosial, memperkuat sektor UMKM, serta menciptakan lapangan kerja baru melalui proyek infrastruktur dan hilirisasi industri.
“Ini saatnya negara hadir secara aktif. Belanja pemerintah harus dipercepat, tidak boleh terhambat birokrasi. Sektor pertanian, energi, dan manufaktur harus jadi prioritas karena bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar,” kata Abdul Muttalib, Kamis, 24 April 2025.
Salah satu risiko utama dari perang tarif global adalah meningkatnya inflasi, akibat kenaikan harga barang impor dan gangguan distribusi global. Muttalib menyebut bahwa stabilitas harga menjadi kunci untuk menjaga daya beli masyarakat.
“Jika inflasi tak terkendali, konsumsi rumah tangga akan melambat. Padahal, konsumsi adalah tulang punggung pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujarnya.
Tak hanya itu, ketidakpastian global juga membuat investor cenderung wait and see. Untuk itu, Muttalib menilai perlu ada jaminan kepastian hukum dan regulasi yang mendukung iklim usaha.
Pemerintah harus mengirimkan sinyal kuat kepada dunia usaha bahwa Indonesia adalah tempat yang aman dan menarik untuk investasi, apalagi di tengah turbulensi global seperti sekarang. Di sisi lain, ia melihat kondisi ini sebagai peluang bagi Indonesia untuk mempercepat reformasi struktural. Menurutnya, momentum krisis global harus dimanfaatkan untuk mendorong efisiensi birokrasi, digitalisasi sektor publik, serta percepatan transformasi ekonomi hijau dan berkelanjutan.
“Kita tak boleh hanya menunggu dunia pulih. Kita harus mengambil langkah strategis agar ketika ekonomi global bangkit kembali, Indonesia sudah lebih siap dan kompetitif. Kuncinya ada pada kecepatan respons dan ketepatan kebijakan. Ini bukan waktu untuk ragu, tapi untuk bergerak cepat dan strategis,” ulasnya.