Oleh: Muhammad Syarkawi Rauf (Chairman of Asian Competition Institute – ACI)
FAJAR, MAKASSAR – Majalah ekonomi terkemuka yang berbasi di London, Inggris, The Economist untuk edisi 19 – 25 April 2025 menurunkan tulisan berjudul “How a dollar crisis would unfold”. Krisis dolar terjadi pada saat banyak negara menjual aset-aset Amerika Serikat (AS).
Krisis dolar AS ditandai oleh penjualan obligasi internasional secara besar-besaran oleh investor Jepang yang mencapai sekitar 20 milyar dolar AS. Langkah ini sebagai respon terhadap kebijakan presiden Trump memberlakukan tarif impor ekstra tinggi terhadap 60 negara, termasuk Jepang.
Hingga saat ini, Jepang memegang obligasi AS sekitar 1,1 trilyun dolar AS. Hal ini menjadikan Jepang sebagai negara terbesar di dunia dalam hal kepemilikan obligasi AS. Status ini yang menjadikan Jepang sebagai proxy dalam hal aktifitas beli dan jual surat utang AS.
Penjualan surat utang AS oleh investor Jepang membuat mata uang dolar AS melemah terhadap Yen Jepang dan sejumlah mata uang utama dunia. Hal ini tercermin pada US Dollar Index sebesar 98,22 yang berarti dolar AS melemah 1,78 persen terhadap Euro, Yen, Pound sterling, dolar Kanada, Krona Swedia dan Franc Swiss pada awal April 2025.
Selama ini, investor portofolio menempatkan asset AS sebagai safe haven, yaitu aset keuangan dengan tingkat resiko paling rendah. Sehingga, setiap terjadi turbulensi dalam perekonomian global, maka mitigasi risiko pertama oleh investor portofolio adalah beralih memegang aset AS.