Meski panggungnya kini luas, Dainichi tetap berakar pada nilai awal pemberdayaan petani. Saat ini, mereka bekerja sama dengan petani dari Bone dan wilayah sekitarnya. Mereka tidak hanya membeli hasil panen, tapi juga memberikan pelatihan, edukasi, serta alat ukur kualitas untuk memastikan standar produksi yang tinggi.
“Kami ingin petani tumbuh bersama kami. Kami ajari cara mengukur nira yang bagus, bantu dengan alat sederhana, dan memberi harga layak,” ungkap Wawan.
Langkah ini tak hanya menjamin pasokan berkualitas untuk Dainichi, tapi juga memperkuat ketahanan ekonomi lokal. Petani tidak lagi bergantung pada tengkulak atau pasar tradisional semata, melainkan masuk dalam rantai distribusi yang lebih modern dan berkelanjutan.
Strategi branding Dainichi dibangun dengan cermat. Media sosial menjadi ujung tombak edukasi dan promosi. Mereka menampilkan produk lokal dengan sentuhan premium mengenalkan gula aren sebagai sahabat kopi kekinian anak muda, sekaligus sebagai simbol dari kesadaran ekologis.
“Kami tekankan bahwa ini produk lokal, tapi punya kualitas global. Kami tidak malu bilang kami dari kampung, karena justru di situlah kekuatan kami,” tuturnya.
Dukungan dari BRI, lewat program Brilian Preneur, menjadi katalis utama dalam proses ini. Dainichi mendapat pelatihan, pendampingan ekspor, hingga fasilitas pembayaran digital. “BRI bukan cuma bantu dari sisi finansial. Mereka membentuk mental kami untuk siap bersaing,” tambahnya.
Melihat tren pasar, Dainichi tak tinggal diam. Mereka tengah menyiapkan produk baru: gula aren dadu, menyasar pasar modern yang lebih luas. Gula ini lebih mudah digunakan dalam takaran kecil, cocok untuk hotel, restoran, dan pasar ekspor.