Beranda: Aidir Amin Daud
Banyak pengamat menilai — Indonesia mungkin susah untuk bersikap keras ke Amerika Serikat yang telah menaikkan tarif bea masuk yang cukup tinggi untuk barang-barang Indonesia. Indonesia mungkin susah bersikap seperti China yang melakukan ‘perlawanan’ dan seperti enggan untuk berunding dengan Amerika. Pekan lalu Indonesia telah mengirim utusan tingkat tinggi ke Washington untuk melakukan negosiasi dengan pejabat-pejabat utama Amerika. Indonesia tentu saja meminta agar beberapa tarif bea masuk untuk barang ekspor Indonesia ke Amerika dipatok ke angka yang serendah-rendahnya. Apapun tarif bea masuk yang tinggi — pada akhirnya akan memberi dampak kepada melemahnya permintaan barang Indonesia. Meskipun secara kasat dan hitungan pragmatis, bea akan dibayar importir Amerika dan jadi beban konsumen di sana.
**
Tak ada yang harus disesali karena keputusan Presiden Trump bukan hanya untuk Indonesia tetapi untuk semua negara yang punya hubungan dagang Amerika Serikat. Putusan ini secara psikologis telah melemahkan semangat ‘berproduksi’ bagi banyak perusahaan/pabrik di Indonesia. Bahkan disetujui atau tidak telah ikut melemahkan nilai rupiah terhadap dollar AS. Maka langkah bernegosiasi yang dilakukan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dinilai beberapa pengamat sebagai langkah yang memang harus diambil pemerintah.
Menko Airlangga yang memimpin misi itu — akhir pekan lalu menyatakan bahwa Indonesia jadi salah satu negara yang diterima lebih awal oleh AS untuk negosiasi. Targetnya, 60 hari ke depan bakal ada serangkaian pertemuan yang dilakukan dengan perwakilan AS dan langsung membuahkan perjanjian perdagangan antara Indonesia dan AS.
Sebagaimana yang diberitakan — Airlangga dan tim delegasi telah menemui Menteri Perdagangan AS (US Secretary of Commerce) Howard Lutnick dan juga Kepala Kantor Perwakilan Dagang AS (US Trade Representative) Jamieson Greer. Paralel, Menteri Luar Negeri Sugiono juga telah menemui Menteri Luar Negeri AS (US Secretary of State) Marco Rubio. Pertemuan-pertemuan ini membuka pembicaraan awal soal negosiasi yang mau dilakukan.
Airlangga mengungkapkan sejauh ini sudah mendiskusikan opsi-opsi yang ada terkait kerja sama bilateral antara Indonesia dan AS. Dia menekankan, Indonesia ingin membangun situasi perdagangan yang bersifat adil dan berimbang dengan negeri Paman Sam.
Pemerintah tentu enggan apabila AS mematok tarif super tinggi untuk produk asal Indonesia. Sebagai negosiasi Indonesia memberikan beberapa usulan. Paling utama adalah menawarkan upaya penyeimbangan neraca dagang dengan AS, Indonesia siap memangkas surplus dengan AS dengan menambah volume impor barang dari AS.
Komoditas yang ditawarkan untuk diimpor dari AS ke Indonesia adalah minyak dan gas hingga produk agrikultur macam gandum dan kedelai. Indonesia akan meningkatkan pembelian energi dari AS, antara lain LPG, crude oil dan gasoline. Indonesia juga beli produk agrikultur dari AS antara lain gandum, soya bean, dan soya bean milk. Indonesia juga akan meningkatkan pembelian barang modal dari AS. Indonesia juga akan memfasilitasi perusahaan AS untuk yang selama ini beroperasi di dalam negeri untuk berbisnis dengan aman dan nyaman. Beberapa hal terkait kemudahan perizinan dan insentif akan diberikan untuk perusahaan AS. Indonesia juga menawarkan produk mineral kritis kepada AS dan mempermudah regulasi impor termasuk produk hortikultura dari AS. Investasi antara kedua negara juga akan didorong dalam skema business to business (B to B).
Sementara itu, menurut Airlangga Indonesia telah mengajukan permintaan agar penerapan tarif yang lebih kompetitif daripada negara-negara pesaing untuk bisa masuk ke AS. Indonesia meminta komoditas ekspor utama macam garmen, alas kaki, furnitur, hingga udang diberikan tarif sekecil mungkin untuk masuk pasar AS. Saat ini produk ekspor utama Indonesia, seperti garmen, alas kaki, tekstil, furnitur, dan udang menjadi produk yang tarifnya tinggi lebih tinggi dari negara bersaing baik dari ASEAN dan luar ASEAN.
**
Adanya pertemuan awal Indonesia-Amerika Serikat untuk menyusun baru acuan perjanjian kerjasama perdagangan, menggambarkan tak hanya Indonesia yang memiliki kepentingan kepada Amerika Serikat. Namun Amerika Serikat pun memiliki beberapa ‘keinginan’ kepada Indonesia. Inilah hukum dari sebuah hubungan dagang antar dua negara. Harus saling memberi dan saling memahami. Tanpa itu, hampir pasti gejolak ekonomi dunia akan terus berlangsung. Sesuatu yang akibatnya akan dirasakan orang banyak. Kehidupan yang makin sulit. Dimulai dari keangkuhan para pemimpinnya. Setidaknya keangkuhan seorang Trump.***