English English Indonesian Indonesian
oleh

Politik

Jendela Langit: M. Qasim Mathar

Politik biasa dijelaskan sebagai penggunaan kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki, proses pembuatan keputusan atau kebijakan secara bersama, pengalokasian sumber daya yang langka, hingga penjelasan bahwa politik ialah pertarungan kepentingan yang penuh muslihat atau tipu daya.

Tiga penjelasan pertama mengenai politik, masih dalam pengertian yang normal. Atau, memang seharusnya begitulah politik. Kekuasaan digunakan, keputusan dibuat, dan sumber daya dialokasikan. Akan tetapi, ketiga pengertian pertama tentang politik boleh dikatakan tidak normal lagi bila tersentuh oleh pengertian keempat yaitu politik sebagai pertarungan kepentingan-kepentingan.

Dalam hal politik sebagai penggunaan kekuasaan/kewenangan, maka politisi pemilik kekuasaan/kewenangan dapat menyalahgunakan kekuasaan/kewenangannya jika politik sebagai pertarungan kepentingan menggodanya. Demikian itulah pula, bisa terjadi ketidakjujuran atau kegagalan dalam proses pembuatan keputusan/kebijakan atau kesalahan pengalokasian sumber daya kalau politik semata dipandang sebagai pertarungan kepentingan.

Sebagai pertarungan kepentingan, politik akan memperlihatkan tidak hanya satu tipe politisi. Tipe politisi bisa dinilai dari sikap, tutur bicara, dan perbuatan (laku). Sikap, tutur, dan laku seorang politisi bisa dinilai sebagai sopan atau kasar, paham aturan atau tidak, dan berilmu atau kurang.

Karena berjuang agar kepentingan politiknya berhasil, tidak jarang politisi tampak kasar dalam sikap, tutur, dan laku. Atau, politisi melawan aturan dan kurang cerdas. Tentu patut diapresiasi politisi yang dalam memperjuangkan kepentingannya, tampak tetap bersikap fair, bertutur sopan, dan intelek.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, iklim politik kita masih lebih sebagai pertarungan kepentingan. Politik masih sering dilakukan demonstrasi (demo) di jalan raya. Pelaksanaan pengadilan masih sering diganggu oleh demo politik yang pro dan kontra di luar gedung pengadilan. Kelompok-kelompok beratribut agama masih sangat rajin berdemo atas urusan yang bukan agama.

Politik kita masih berwajah protes dan sangar. Wajah politik yang demikian, bukan hanya kelihatan di ruang publik saat demo, tetapi juga di dalam gedung dewan perwakilan rakyat. Pemerintah diundang ke gedung dewan. Lalu, di dalam gedung itu, pemerintah dikritik dengan suara celaan dan makian. Sementara yang diundang juga tidak memberi penjelasan yang cerdas.

Dalam kondisi politik seakan semata pertarungan kepentingan, masyarakat luas sebagai citizen (warga negara) sesungguhnya menunggu politik kita tampak santun, cerdas, dan taat aturan. Bukan politik yang berwarna ejekan, sinisme, dan mau benar sendiri, seperti yang banyak dilihat dalam politik kaum netizen (warga medsos). (*)


News Feed