“Bahkan Luwu yang dahulu menjadi benteng karbon dan sumber kehidupan bagi flora-fauna kini terkoyak. Alih fungsi hutan untuk pertambangan menyebabkan deforestasi yang mempercepat krisis iklim. Fragmentasi habitat juga mengancam keanekaragaman hayati dan memperburuk bencana ekologis seperti banjir dan longsor,”kata Ahmad Yusran Minggu (20/42025).
Pencemaran dan Krisis Air
Penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida dalam proses pemurnian emas telah mencemari sungai-sungai utama. Limbah tambang yang dibuang sembarangan menyebabkan kerusakan kualitas air, mematikan biota sungai, dan membahayakan kesehatan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada air bersih.
Jejak Karbon Tambang Emas
Tak banyak yang menyadari bahwa aktivitas tambang emas sangat intensif karbon. Dari penggunaan alat berat berbahan bakar diesel hingga penghancuran vegetasi penyerap karbon, seluruh proses menambah emisi gas rumah kaca. Ini menjadikan pertambangan sebagai salah satu kontributor tersembunyi dalam krisis iklim global.
Masyarakat Lokal dalam Bayang-Bayang
Di tengah gemuruh alat berat dan kilau emas, masyarakat lokal justru merasakan getir. Lahan pertanian hilang, akses ke air bersih terganggu, dan ketegangan sosial meningkat. Banyak warga, khususnya masyarakat adat, terpaksa kehilangan ruang hidup yang telah mereka jaga secara turun-temurun.
Jalan Menuju Keadilan Ekologis
Menurut Yusran, para pihak butuh langkah tegas dan kolaboratif. Pemerintah harus menindak tambang ilegal dan meninjau ulang izin-izin eksploitasi yang merugikan ekosistem. Audit lingkungan perlu dilakukan secara berkala, disertai pemulihan lahan pasca-tambang. Masyarakat lokal harus dilibatkan sebagai penjaga dan pengelola sumber daya.