English English Indonesian Indonesian
oleh

Petugas PJL Dianggap Lalai Saat Kecelakaan, MTI: Negara Belum Hadir Lindungi Keselamatan di Perlintasan

“Banyak pemda merasa cemburu karena pengelolaan PT KAI dibantu, sementara mereka tidak. Padahal sudah jelas disebut dalam PP Nomor 6 Tahun 2017 dan Permenhub Nomor 94 Tahun 2018, pemda punya wewenang tapi minim dukungan,” jelasnya.

Masalah lain muncul dari mahalnya biaya Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) bagi petugas PJL. Pemerintah daerah harus membayar Rp6–7 juta per peserta untuk pelatihan di Politeknik STTD Bekasi dan PPI Madiun. Meski penerbitan sertifikat tidak dikenakan biaya (PNBP nol rupiah), beban pelatihan tetap tinggi.

Dari sisi kesejahteraan, petugas PJL yang dikelola Pemda pun tertinggal. Mereka hanya mendapat honor di bawah upah minimum dan tidak menerima Tunjangan Hari Raya (THR) ataupun tunjangan lainnya, meskipun sudah masuk skema BPJS Kesehatan.

“Harus ada kesetaraan honor dan kesejahteraan antara petugas PJL yang dikelola PT KAI, Pemda, dan swasta. Jangan sampai ada kesenjangan di antara mereka, karena tanggung jawabnya sama,” ujar Djoko.

Ia juga menyoroti minimnya anggaran perawatan rel yang berada di bawah tanggung jawab Pemda. Berbeda dengan PT KAI yang punya dana IMO, Pemda tidak mendapat bantuan sama sekali. Alhasil, kondisi fisik perlintasan memburuk dan rawan menimbulkan kecelakaan, terutama bagi kendaraan berat seperti truk trailer.

“Seringkali terjadi patah as atau kendaraan tergelincir di rel karena tidak rata. Tapi pemerintah pusat seolah tutup mata soal ini,” ungkapnya.

Djoko pun menilai perlintasan sebidang harusnya tidak lagi dianggap sebagai prasarana penunjang, melainkan prasarana pokok perkeretaapian. Namun, dalam praktiknya, pembangunan jalur ganda atau peningkatan jalur KA justru tidak melibatkan Pemda dalam perencanaan, termasuk penanganan perlintasan.

News Feed