Selain digagas sebagai transportasi formal, Seaplane juga disebutnya bisa untuk sektor informal. Dalam hal ini, Seaplane akan terhubung antara tiga moda transportasi.
Misalnya, setelah mendarat di perairan, penumpang akan dijembatani atau dijemput oleh boat atau kapal untuk menuju ke pelabuhan atau dermaga. Dermaga tersebut bisa terhubung langsung dengan ruas jalan utama.
“Tidak hanya di Makassar, 290 Pelabuhan se-Indonesia harusnya bisa. Ini harus di-studi. Formal misalnya kita butuh satu percobaan misalnya join flight, atau experimental flight itu bisa kita koordinasikan dengan Dirjen Udara, Airnav atau kantor pusat, tentu dengan dishub,” ulasnya.
Ia belum memaparkan sejauh mana armada Seaplane bisa terbang. Namun, itu tergantung berat muatan dan bahan bakarnya. Oleh karena itu, integrasi moda maupun ketersediaan infrastruktur pelabuhan akan memudahkan Seaplane terbang lebih jauh.
Oleh karena itu, uji coba Seaplane akan digenjot terlaksana sesegera mungkin. Dalam perjalannya baru akan diatur regulasi operasional. Pada intinya, keberadaan Seaplane nanti akan membuka stigma baru bagi masyarakat dalam memandang infrastruktur transportasi.
Seaplane kata Sahattua, sudah beroperasi di Papua secara unregulated atau belum ada regulasi yang mengaturnya. Sejatinya bagi Kota Makassar yang sudah lebih tertata bisa juga melangsungkan proyek ini. (uca)