Ia menilai, jika tidak diantisipasi sejak dini, kebijakan ini dapat menyebabkan kelesuan pada sektor ekspor Sulsel, yang selama ini menjadi salah satu motor penggerak ekonomi daerah.
“Beberapa komoditas ekspor andalan Sulsel seperti rumput laut, kakao, dan hasil perikanan memiliki kontribusi besar terhadap ekonomi daerah. Pasar Amerika menjadi salah satu tujuan utama. Jika dikenakan tarif lebih tinggi, maka margin keuntungan eksportir akan tergerus dan bisa berdampak ke seluruh rantai pasok,” katanya.
Arief juga menjelaskan, beban tarif tambahan akan menambah ongkos produksi dan distribusi, yang pada akhirnya bisa mengurangi margin keuntungan eksportir.
Kondisi ini, menurutnya, tidak hanya berdampak pada pelaku usaha, tetapi juga pada petani dan nelayan lokal yang menjadi bagian dari rantai pasok ekspor.
“Kami berharap pemerintah pusat dapat segera menjalin komunikasi diplomatik dan melakukan pendekatan dagang strategis, termasuk negosiasi tarif yang lebih adil, agar sektor ekspor kita tidak semakin terpuruk,” tegasnya.
Selain itu, pihaknya juga mendorong diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara alternatif di Asia, Eropa Timur, dan Timur Tengah, guna mengurangi ketergantungan pada pasar AS.
“Ini momentum bagi kita untuk memperluas jaringan ekspor dan memperkuat daya saing produk lokal melalui peningkatan kualitas dan efisiensi produksi,” tambah Arief.
Pihaknya berkomitmen akan terus memantau perkembangan kebijakan dagang global dan siap berkoordinasi dengan pelaku usaha untuk menyusun strategi adaptif menghadapi tantangan yang ada. (sae)