Prof. Haedar juga mengingatkan bahwa internasionalisasi kampus bukan hanya soal menggandeng mitra luar negeri atau pertukaran mahasiswa, tetapi mencakup pembentukan atmosfer akademik yang berpijak pada nilai, integritas, dan kebermanfaatan ilmu.
“Jangan sampai internasionalisasi kehilangan ruh keislaman kita. Justru kita harus tawarkan model baru pendidikan Islam yang bisa diterima dunia,” tambahnya.
Ia kemudian menggarisbawahi tiga parameter penting dalam mewujudkan kampus berkelas dunia: peningkatan kapasitas akademik, produktivitas riset, dan penguatan jejaring global.
Ketiga aspek ini, menurutnya, harus berjalan beriringan dan ditopang dengan kepemimpinan institusi yang progresif serta kolaboratif.
“Kalau kita bicara kapasitas akademik, itu menyangkut kualitas dosen, kurikulum, dan proses pembelajaran. Riset juga harus kuat, bukan hanya untuk publikasi, tapi harus punya kontribusi nyata terhadap masyarakat dan perkembangan ilmu,” paparnya.
Ia menambahkan, jejaring global tidak hanya untuk prestise, tetapi untuk membuka ruang kolaborasi yang saling memperkaya dan memperkuat eksistensi kampus.
Haedar juga menyinggung peran penting nilai-nilai ke-Muhammadiyahan dalam membentuk karakter lulusan yang tidak hanya cerdas intelektual, tetapi juga berintegritas dan siap menjadi agen perubahan di tengah masyarakat global.
“Karakter ini penting. Lulusan kita harus punya visi, etika, dan semangat melayani umat dan bangsa,” katanya.
Ia menilai, dengan pengalaman Muhammadiyah mengelola ribuan institusi pendidikan dari TK hingga perguruan tinggi, organisasi ini telah membuktikan kemampuannya dalam menciptakan sistem pendidikan yang kuat dan berkelanjutan.