English English Indonesian Indonesian
oleh

Memaafkan tetapi Jangan Melupakannya

Oleh Aswar Hasan

“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf: 199)
Ayat ini menekankan bahwa seorang Muslim harus bersikap pemaaf, tetapi tidak disebutkan bahwa mereka harus melupakan kesalahan yang telah terjadi.

Rasulullah SAW juga bersabda: “Barang siapa yang tidak memberi maaf, maka ia tidak akan dimaafkan oleh Allah.” (HR. Muslim).

Memaafkan adalah tindakan mulia yang diajarkan dalam banyak ajaran agama dan filosofi kehidupan. Namun, ada perbedaan besar antara memaafkan dan melupakan. Memaafkan berarti melepaskan amarah, dendam, atau kebencian terhadap seseorang yang telah berbuat salah kepada kita. Sementara itu, tidak melupakan berarti kita tetap mengambil pelajaran dari kejadian tersebut agar tidak terulang kembali di masa depan.

Nabi Muhammad SAW juga menunjukkan bahwa tidak semua kesalahan harus dilupakan begitu saja. Misalnya, dalam Perjanjian Hudaibiyah, kaum Muslim tidak melupakan bagaimana kaum Quraisy mengkhianati mereka, tetapi tetap memilih jalan damai demi kebaikan yang lebih besar.

Dari perspektif psikologi, memaafkan memiliki manfaat yang besar bagi kesehatan mental. Menurut penelitian dari American Psychological Association (APA), menyimpan dendam dapat meningkatkan stres, tekanan darah tinggi, dan risiko penyakit jantung.

Psikolog Dr. Robert Enright, yang terkenal dengan teorinya tentang “forgiveness therapy,” menjelaskan bahwa memaafkan bukan berarti kita melupakan, tetapi lebih kepada melepaskan emosi negatif agar bisa hidup lebih damai. Dalam bukunya “Forgiveness is a Choice,” ia menegaskan bahwa mengingat kesalahan masa lalu bisa membantu seseorang menetapkan batasan agar tidak kembali disakiti.

Selain itu, Mayo Clinic juga menekankan bahwa memaafkan dapat mengurangi kecemasan dan depresi, membantu seseorang memiliki hubungan yang lebih sehat dan memberikan kedamaian batin. Namun, psikologi juga menyarankan bahwa tidak melupakan adalah bagian dari mekanisme perlindungan diri. Ini dikenal sebagai defensive pessimism, di mana seseorang tetap waspada terhadap kemungkinan terulangnya kesalahan yang sama.

Salah satu tokoh dunia yang memahami pentingnya memaafkan tanpa melupakan adalah Nelson Mandela, ia mengatakan: “Memaafkan membebaskan jiwa, serta menghilangkan ketakutan. Itulah mengapa itu merupakan senjata yang begitu kuat.” Mandela memaafkan mereka yang telah memenjarakannya selama 27 tahun, tetapi ia tidak melupakan ketidakadilan yang terjadi. Bahkan, ia menggunakannya sebagai motivasi untuk menciptakan perubahan di Afrika Selatan.
Ia percaya bahwa melupakan sejarah berarti mengizinkan tragedi yang sama terulang kembali. Ingat adagium Prancis yang mengatakan: “Le Historie Se Repete”.

Oleh karena itu, memaafkan tidak berarti melupakan, tetapi lebih kepada belajar dari masa lalu untuk memastikan masa depan yang lebih baik.

Keadilan tidak dapat ditegakkan jika kesalahan dilupakan. Contohnya, dalam kasus kejahatan perang, para pelaku harus bertanggung jawab atas tindakan mereka, meskipun korban telah memaafkan.

Memaafkan adalah tindakan yang menunjukkan kedewasaan dan kebesaran hati, tetapi melupakan sepenuhnya bukanlah sesuatu yang bijaksana. Islam, psikologi, dan sejarah dunia menunjukkan bahwa mengingat kesalahan masa lalu dapat membantu kita tumbuh, belajar, dan melindungi diri. Seperti kata-kata bijak:
“Forgive, but never forget. Learn from the past, but don’t let it define your future”.

Setiap pengalaman, baik atau buruk, dapat menjadi guru terbaik. Gunakan kesalahan masa lalu sebagai bahan refleksi untuk kehidupan yang lebih baik.

Dengan demikian, kita bisa menjalani hidup dengan damai tanpa membiarkan masa lalu mengendalikan masa depan kita. Wallahu a’lam bisawwabe. (*)

News Feed