FAJAR, MAKASSAR – Perhimpunan Daerah Indonesia Tionghoa (PD INTI) Sulsel bersama Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Makassar menggelar Silaturahmi Kebangsaan dan Buka Puasa Bersama dengan tema “Jejak Islam di Tiongkok dan Pengaruhnya terhadap Peradaban” di Pier 52 Makassar Golden Hotel (MGH), Jumat (28/3/2025).

Acara ini menghadirkan Novi Basuki, peneliti sekaligus pemerhati kajian Islam Tiongkok serta Dewan Pakar Perhimpunan INTI sebagai narasumber.
Kegiatan ini dihadiri ratusan peserta dari berbagai elemen masyarakat, termasuk organisasi keagamaan, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) enam agama, tokoh lintas agama, serta politisi.
Momentum ini menjadi ruang diskusi tentang sejarah panjang Islam di Tiongkok serta upaya mempererat persaudaraan lintas agama dan budaya.
Ketua panitia acara yang juga Wakil Ketua PD INTI Sulsel, Rudy Gunawan, menegaskan bahwa acara ini bertujuan memperkuat moderasi beragama di Indonesia. “Kami ingin menunjukkan bahwa Indonesia semakin beragam, semakin kaya dengan perbedaan, namun tetap kuat dalam persatuan,” ujarnya.
Selain itu, Rudy juga menyampaikan pesan kebersamaan dan semangat Idulfitri. “Kami dari PD INTI Sulsel mengucapkan selamat Idulfitri kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya umat Muslim yang merayakan. Semoga di tahun ini kita mendapatkan keberkahan yang lebih besar dan kebersamaan kita semakin erat,” katanya.
Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Makassar, Usman Sofian, menambahkan bahwa Silaturahmi Kebangsaan ini sudah berjalan selama empat tahun dengan konsep yang terus berkembang.
Tahun ini, kegiatan difokuskan pada diskusi. “Kami ingin membangun harmoni kebangsaan yang tidak hanya terjadi di tingkat elit, tetapi juga di akar rumput. Puasa bukan sekadar kesalehan individu, tetapi juga kesalehan sosial yang diwujudkan dalam kepedulian terhadap sesama,” ungkapnya.
Ketua PD INTI Sulsel, Peter Gozal, mengungkapkan bahwa kerja sama dengan NU sudah berlangsung selama empat tahun, dan tahun ini mereka ingin menghadirkan sesuatu yang berbeda. “Biasanya kita hanya menggelar buka puasa bersama anak panti, tapi kali ini kita adakan diskusi agar wawasan masyarakat semakin terbuka,” katanya.
Ia mengaku awalnya khawatir karena acara digelar menjelang Lebaran, tetapi Novi Basuki tetap berkomitmen hadir meskipun harus menempuh perjalanan panjang dari kampung halamannya ke Surabaya, lalu ke Makassar. “Kami ingin membuka wawasan masyarakat bahwa Islam di Tiongkok tidak selalu tertindas. Ini bisa menjadi narasi baru bagi kita semua,” pungkasnya.
Acara ini menjadi bukti bahwa kebersamaan lintas agama dan budaya dapat terus diperkuat melalui diskusi yang konstruktif dan momen kebersamaan seperti buka puasa bersama.
Sementara itu, Novi Basuki menekankan bahwa banyak miskonsepsi tentang Islam di Tiongkok. “Yang namanya Tionghoa tidak sama dengan komunis, dan komunis belum tentu ateis. Bahkan di bawah pemerintahan Partai Komunis sejak 1949, Islam tetap bertahan dan berkembang di Tiongkok,” jelasnya.
Menurutnya, dari 1,4 miliar penduduk Tiongkok, sekitar 30 juta menganut Islam. Dari 56 suku yang ada, 10 di antaranya mayoritas Muslim.
Dia pun berharap bahwa dengan kegiatan seperti ini secara pelan-pelan membuka wawasan masyarakat terhadap kondisi Islam di Tiongkok yang sebenarnya. Khususnya yang anti-Tionghoa.
“Isu-isu anti-Tionghoa masih sering muncul di Indonesia. Kita harus membuka perspektif baru bahwa setiap bangsa memiliki nilai-nilai positif yang bisa dipelajari. Jika terus mencari perbedaan untuk dipertentangkan, kita tidak akan pernah maju,” tegasnya. (mum)