Oleh: Abdul Gafar, Pendidik di Departemen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar
Dalam kehidupan sehari-hari kita biasa menemukan kondisi perdebatan dalam membahas suatu masalah. Perdebatan ini dalam bahasa Makassar disebut pa’geakkang atau ardu argumen. Kalau arahnya positif, adalah mencari kesamaan. Tetapi kalau mengarah ke negatif, biasanya tidak ada kesepakatan yang terjadi. Justeru yang muncul adalah bersilat lidah alias debat kusir. Emosi mengalahkan sikap rasional. Semakin panjang perdebatan, semakin jauh melenceng dari tujuan pembahasan.
Tipe manusia ada yang memang sifatnya menyerang, tidak mau kalah dalam berargumen. Hanya alasannya saja yang mau didengar. Alasan orang lain disalahkan. Orang seperti ini memang dibutuhkn sebagai ‘lawan tanding’ dalam berargumen.
Ramadan seperti biasanya diisi pencerahan kalbu dari para ustaz setiap malamnya. Tema yang ditampilkan bermacam-macam. Tetapi biasanya terjadi pengulangan yang sifatnya mengingatkan kita kembali. Manusia memang selaku diingatkan agar tidak ‘terjerumus’ dalam kesalahan.
Di masjid tempat penulis biasa salat, sebagai pengurus diamanahkan berceramah sesuai bidang keilmuan masing-masing. Setiap orang biasanya tampil hingga 3 kali selama bulan ramadan seusai salat subuh.
Beberapa waktu lalu, penulis tampil membawakan materi ‘Komunikasi Antarmanusia dalam Islam’. Hal ini penting diketahui. Interaksi kita dengan orang lain terkadang menimbulkan masalah. Boleh jadi kita tidak sengaja atau khilaf dalam menyampaikan. Islam sangat menekankan pentingnya komunikasi yang baik, jujur, dan penuh adab.
Prinsip dasar komunikasi dalam Islam meliputi Qaulan sadidan (perkataan yang benar). Komunikasi harus didasarkan pada kebenaran dan kejujuran. Menghindari kebohongan, penipuan dan penyebaran berita palsu. Fakta yang terjadi justeru tidak sesuai dengan prinsip di atas. Kebenaran dan kejujuran merupakan perilaku yang sudah langka serta banyak dilanggar. Pemimpin yang pernah berkuasa dengan seenaknya melanggar kebenaran dan kejujuran. Berani berbohong dengan menampilkan berita-berita palsu. Utang negara yang menumpuk dikatakan tidak mengkhawatirkan.
Semua dapat tertanggulangi dengan baik. Tidak perlu meragukan kemampuan pemerintah dalam melunasi utang-utang tersebut. Masih tersimpan ribuan triliun rupiah di kantong belum dikeluarkan.
Kebenaran dan kejujuran hanya tertulis manis di atas kertas. Janji dan sumpah merupakan pernik-pernik memukau dari setiap upacara pelantikan pejabat. Waktu berjalan, godaan dan keinginan mulai bertambah melampaui kebutuhan. Lihat celah, isi kesempatan. Lakukan segera. Kalau tidak sekarang, kapan lagi. Kalau bukan kita, siapa lagi. Maka terjadilah, apa yang terjadi.
Prinsip dasar yang lain adalah Qaulan Layyinan (perkataan yang lembut). Apakah hari ini, kita masih sering mendengarkan perkataan yang lembut ? Terkadang karena merasa sebagai pejabat, seenaknya berbicara kepada orang lain. Kasar dan menghina. Kemudin Qaulan Ma’rufan ( perkataan yang baik). Inipun kadang terlanggar. Gunakan kata-kata yang baik, pantas, dan sesuai norma kesopanan.`Terakhir adalah Qaulan Balighan (perkataan yang efektif). “Janganlah banyak cakap”, kata seorang teman. Jauhkan kalimat yang dapat membingungkan.
Menjaga etika dalam berkomunikasi. Jauhkan berselisih pendapat dengan saling menghargai perbedaan yang ada. Perdebatan yang tidak sehat akan mengarah kepada permusuhan. Islam melarang permusuhan di antara ummatnya.
Dengan berkomunikasi yang baik, maka hubungan jalinan dalam keluarga semakin erat. Dalam konteks, masyarakat, akan menciptakan persatuan dan kesatuan. Lewat media menjaga dari penyampaian serta persebaran berita-berita bohong, provokatif, dan menyesatkan.
Para pembicara yang telah mengisi ceramah subuh Ir. Hamid Hoddy, MS dan Ustadz Jamaluddin Jamil. Kemarin, jatah pembicara diisi oleh Prof. DR.Ir. Latif Toleng, MSc. Tema yang dibahas menyangkut ‘perilaku’. Menarik, karena membicarkan pengalamannya sewaktu belajar di Jepang. Suatu waktu, ketika sedang berkonsultasi dengan profesornya, tiba-tiba telepon berdering. Sang profesor lalu meminta izin ke luar untk menelepon.
Rupanya sang profesor ini menggunakan telepon umum untuk menghubungi sang isteri. Setelah kembali, ditanyakan : “mengapa tidak memakai telepon kampus yang ada didepannya ?” Jawabnya sederhana, “ini telepon dinas, sementara yang dibicarakan masalah pribadi”, ucapnya dengan sopan. Luar biasa tanggung jawabnya berkaitan dengan penggunaan barang dinas. Hal lain yang diceritakan adalah menyangkut kebersihan. Mereka sangat menjaganya. Dalam Islam dikatakan bahwa ‘kebersihan’ adalah sebagian dari iman. Orang Jepang tidak beragama Islam, tetapi perilakunya sangat islami. Lain halnya kita di sini. Sangat mencintai ‘kejorokan’, sehingga tetap mempertahankannya, hehehe.
Masih cerita Prof Latif, beberapa waktu lalu, ada serombongan dosen dari Jepang datang berkunjung ke Makassar. Mereka datang untuk melakukan studi perbandingan bagaimana pengelolaan sampah di berbagai negara. Di Makassar sempat berkunjung ke salah satu lembaga pendidikan dan mendokumentasikan sampah-sampah yang berserakan. Mereka tidak berkomentar banyak tentang hasil kunjungan tersebut. Tidak perlu didebat, karena kita masih jauh dari perilaku Islami. Sampah dibiarkan berserakan di mana-mana. (*)