English English Indonesian Indonesian
oleh

Hiruk Pikuk Fluktuasi Harga Saham

Selanjutnya, indeks harga saham gabungan India kembali naik menjadi 77.984 pada 24 Maret 2025 dipicu oleh pengumuman pelonggaran tekanan tarif oleh pemerintahan Trump terhadap perekonomian China.

Volatilitas, fenomena naik dan turun harga saham menimbulkan hiruk pikuk di tengah masyarakat, khususnya di Indonesia. Hal ini dapat dijelaskan dengan permanent income hypothesis (hipotesa pendapatan permanen) dari Milton Friedman (1957) dan consumption smoothing theory dari Franco Modigliani (1957).

Hipotesa di atas menekankan bahwa seseorang akan lebih senang pendapatannya tidak berubah (pendapatannya permanen) untuk mempertahankan agar konsumsinya tetap stabil (smooth) sepanjang waktu.

Setiap orang akan memilih agar pendapatannya cenderung naik (naik secara permanen) untuk membuat standar hidupnya tetap meningkat sepanjang waktu. Setiap orang tidak suka dengan kondisi pendapatannya yang bersifat fluktuatif (volatile), kadang naik dan turun.

Lalu, apa yang membuat harga saham bersifat volatile atau fluktuatif tanpa ada kaitan langsung dengan kondisi fundamental atau sektor riil, decoupling antara pasar saham dengan sektor riil?

Volatilitas harga saham dapat dijelaskan dengan efficient market hypothesis (EMH) dari Eugene Fama (1967) dan rational expectation theory dari Robert Lucas (1978). Keduanya melakukan penelitian secara terpisah untuk menjelaskan fenomena fluktuasi harga.

Fama (1967) menyebutkan bahwa pasar saham akan selalu dalam kondisi efisien, dimana harga saham mencerminkan semua informasi yang ada di pasar sehingga tidak ada investor yang dapat melakukan spekulasi untuk mendapatkan keuntungan abnormal (berlebihan).

News Feed