FAJAR, MAKASSAR — Menguatnya dollar memberikan dampak positif di berbagai sektor. Salah satunya untuk sektor ekspor.
Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar), Arief R Pabettingi mengatakan dampak menguatnya nilai tukar dolar AS terhadap perdagangan Indonesia itu menimbulkan dampak yang beragam.
Di satu sisi, eksportir diuntungkan dengan pendapatan yang lebih besar, namun di sisi lain, harga barang impor, terutama bahan bakar minyak (BBM) dan komoditas konsumsi seperti makanan serta produk China akan melambung tinggi.
“Pemerintah harus mengambil kebijakan untuk menekan ketergantungan pada impor, misalnya dengan mengurangi konsumsi barang impor oleh masyarakat atau membatasi investasi berbasis bahan impor,” katanya.
Dominasi Nikel dan Rumput Laut, Potensi Hilirisasi Terabaikan
Arief mengungkapkan, kontribusi ekspor Sulsel dan Indonesia Timur didominasi oleh nikel, rumput laut, dan sektor perikanan. Sementara sektor pertanian dan perkebunan memiliki peran, namun belum signifikan.
“Sayangnya, komoditas yang diekspor masih dalam bentuk mentah. Padahal, jika diolah menjadi barang setengah jadi atau jadi, nilainya bisa lebih tinggi,” ujarnya.
Contoh nyata adalah rumput laut. Sulsel dikenal sebagai produsen terbesar di dunia, tetapi industri pengolahannya masih dikuasai perusahaan asing, terutama China.
“Harusnya industri hilirisasi rumput laut dikembangkan oleh pelaku usaha lokal agar nilai tambahnya kembali ke masyarakat dan negara,” tandas Arief.