Oleh Andi Yahyatullah Muzakkir
*Founder Anak Makassar Voice dan Mimbar Sastra Makassar
Kira-kira siapa dalang dari teror kepala babi dan bangkai tikus kepada media Tempo?
Tirana telah berkuasa di Negeri Senja selama dua ratus tahun lamanya. Dalam bukunya berjudul “Negeri Senja” karangan Seno Gumira Ajidarma. Negeri Senja suatu tempat fiksi yang diciptakan dan diceritakan oleh Pak Seno, dimana tidak pernah terjadi waktu siang dan malam. Dan hanya ada satu waktu yang menandakan tempat ini yaitu hanya waktu Senja sesuai dengan judul bukunya.
Dalam tulisan ini tak semua manusia bisa datang dan berkunjung ke Negeri Senja kecuali orang-orang tertentu termasuk sang pengembara yang berhasil menemukan tempat ini. Seperti halnya kondisi suatu tempat pada umumnya “Negeri Senja” juga memiliki pemimpin dan masyarakat. Keadaan sosial, politik, ekonomi, budaya dan kebiasaan hidup juga terjadi di negeri senja.
Hanya saja di bawah kekuasaan Tirana kondisi masyarakat Negeri Senja mengalami situasi ekonomi yang sangat miskin, keadaan demokrasi pemerintahan yang tidak membaik. Sebab Tirana seorang pemimpin yang buta, namun sebagai penguasa dia melanggengkan kekuasaannya dengan mematikan kebebasan sipil, membunuh gagasan, mengurung roh, melenyapkan para oposisi. Dia dikenal sebagai penguasa yang otoriter. Kehadirannya memimpin negeri senja juga di kukuhkan oleh narasi sekitar yakni tanpa proses pemilihan langsung layaknya demokrasi. Bahkan di dalam istana orang-orang dan masyarakatnya tak pernah melihat wajah aslinya sebab selalu di sembunyikan. Sehingga, kadang-kadang orang bertanya apakah dia seorang perempuan atau laki-laki.
Selama dua ratus tahun memimpin negeri senja rupanya Tirana punya cara untuk melanggengkan kekuasaannya. Dia memiliki pengawal istana puluhan yang cakap beladiri dan memiliki keterampilan khusus.
Komplotan pisau belati adalah salah satu komplotan yang di gunakan untuk memuluskan kepentingannya. Salah satunya dalam memberangus dan menculik cendekiawan negeri senja yang memberontaki istana. Olehnya itu, gagasan-gagasan yang menyimpang dengan kondisi Istana yang dipimpin oleh Tirana harus dilenyapkan.
Hanya saja, sebagai masyarakat yang majemuk. Selalu ada keyakinan oleh kelompok masyarakat yang selalu berbeda dengan istana di sebabkan tidak sejalan dengan kepemimpinan Tirana yang tidak pro dengan masyarakat, matinya kebebasan sipil, matinya gagasan-gagasan lain, hingga dikurungnya para roh pengganggu kekuasaan negeri senja.
Disebutkan ada puluhan gerakan bawah tanah yang selalu mencari kesempatan untuk melawan dan berhadap-hadapan kepada istana. Mulai dari gerakan yang kecil hingga besar. Meski demikian kekuasaan Tirana tetap langgeng sebab sebagai penguasa meski buta, tapi ia memiliki seribu satu cara untuk menjaga keutuhan kekuasaannya. Namun, puluhan komplotan gerakan bawah tanah ini tak pernah menyerah untuk melakukan perubahan. Pernah suatu ketika di bawah perlawanan para oposisi, gerakan bawah tanah yang di wakili oleh Partai Hitam memberi tanda perlawanan dengan memasang bendera hitam secara senyap pada lorong-lorong jalan Negeri Senja. Bentuk perlawanan pada rezim Tirana sang penguasa otoriter. Meski demikian Tirana selalu punya cara untuk mengontrol hingga membungkamnya.
Begitulah tabiat kekuasaan selalu ingin melenyapkan suara-suara lain. Karakter penguasa pada dasarnya selalu ingin terpusat, otoriter, harus semua terkontrol dan terkendali, sentralistik. Apabila ada kritik atau oposisi itu dianggap gangguan rezim sehingga jalannya antara lain, pembungkaman, pembredelan pers, teror, penculikan hingga pada kasus pembunuhan. Dan ini telah telah tercatat sebagai catatan kelam bangsa ini yang pernah terjadi era orde baru.
Lalu bagaimana dengan pengiriman kepala babi hingga bangkai tikus kepada Tempo?
Tempo adalah sebuah majalah berita mingguan yang menyajikan berita dan politik hingga hari ini. Sajiannya selalu kontekstual dan fakta. Kehadiran Tempo selalu menjadi kontroversi oleh sebagian kelompok tertentusebab sorotannya yang tajam kepada rezim dan kejadian politik secara tajam dan benar. Disebutkan dalam suatu literatur pada era orde baru pernah terjadi pelarangan penerbitan majalah Tempo dengan alasan bahwa majalah-majalah terbitan tempo mengancam stabilitas nasional. Pembredelan tempo menjadi cikal bakal para jurnalis saat itu mendirikan aliansi jurnalis independen. Ini menandakan bahwa di bawah rezim orde baru yang terkenal mengekang kebebasan sipil, pembredelan pers, hingga tidak adanya supremasi hukum, api perlawanan itu tetap ada, gerakan menentang orde baru tetap hadir dan terawat. Meski, orde baru selalu saja punya cara untuk mengekang, menghalangi, terjadinya teror, penculikan hingga pembunuhan.
Ini erat kaitannya dengan kondisi Tempo hari ini yang telah mendapat teror kepala babi hingga bangkai tikus yang ditujukan kepada para jurnalis Tempo. Tentu hal ini sangat berdasar dan memiliki alasan tertentu, hingga menuai beragam kontroversi. Adapula yang mengaitkan dengan “suasana orde baru.”
Di mana melihat juga intensitas Tempo dalam menyajikan fakta melalui pemberitaan dan terbitan majalahnya. Patut diakui, selain memiliki sejarah panjang sebagai gerakan pers tempo telah memberi tanda melalui terbitan majalahnya dan keberpihakannya pada masyarakat dengan paparan berita yang fakta dan selalu berseberangan dengan kebijakan rezim. Dalam artian umum tempo telah menunjukkan kondisinya sebagai pers yang selalu independen dalam perjalanan bangsa hingga hari ini. Sehingga, wajar saja kalau ada kelompok-kelompok tertentu yang merasa terganggu termasuk bisa saja rezim hari ini.
Teror kepala babi hingga bangkai tikus terjadi ketika baru-baru ini telah dibahas dan disahkan RUU TNI. Hal mana sebahagian orang mengaitkan keadaan ini persis sama telah terjadi pada era orde baru, khas seperti teror pada kaum oposisi yang dianggap gangguan oleh rezim kala itu.
Pasca pembahasan RUU TNI. Memang benar kekhawatiran itu datang. Sebab sejarah telah mencatat dwifungsi ABRI adalah kejadian kelam pada bangsa ini di mana tak ada supremasi hukum, kebebasan sipil, matinya gagasan hingga terjadi teror, penculikan dan pembunuhan massal bagi sipil yang melawan orde baru.
Bisa saja pengesahan RUU TNI membangkitkan kembali masa kelam ini. Dan teror kepala babi dan bangkai tikus adalah suatu penanda.
Bukankah teror seperti ini juga mewarnai kehidupan sosial pada era orde baru, di mana rezim melakukan pembungkaman pada oposisi dan pembredelan pers pada saat itu.
Sehingga, supremasi hukum, kebebasan sipil dan menjaga semangat independen pers ada di tangan kita semua yang memiliki kecintaan mendalam pada bangsa ini. Kira-kira siapa dalang dari teror kepala babi dan bangkai tikus kepada Tempo?