FAJAR, MAKASSAR– Perwakilan Aliansi Masyarakat Peduli Tambang Bantaeng, Alimuddin, mengeluhkan sawah garapan mereka yang mati sejak beroperasinya PT Huady di Bantaeng. Begitu juga seng rumah yang hancur, robek secara signifikan diduga akibat dampak limbah udara maupun limbah cair sari operasi smelter perusahaan tersebut.
Hal itu disampaikan Alimuddin saat melakukan hearing dengan DPRD Sulsel, Pemprov, dan pihak PT Huady Nickel Alloy Indonesia, di Gedung DPRD Sulsel, Jumat (21/3/25).
“Selama ini garapan sawah belum pernah ada penyakit pada padi kami. Seng juga begitu, awalnya kami kira asaman. Tapi harusnya butuh waktu (lama) menyebar. Ini cepat sekali rusak sengnya,” kata Alimuddin.
Pihak Huady sendiri tidak menampik realita tersebut. Namun menurutnya perlu kajian akademik memastikan apakah kerusakan yang ditimbulkan betul-betul berasal dari beroperasinya perusahaan mereka.
Sebab menurutnya, segala perizinan dan pengujian baku mutu telah dilakukan. Kejadian semacam itu telah pernah dikeluhkan dan perusahaan melakukan charity.
“Kami tidak sebut ganti rugi karena belum ada hasil ilmiah menyebut itu dampak dari perusahaan. Tapi sebagai tetangga yang baik, kami memberikan charity,” beber Direktur PT Huadi Bantaeng Industry Park (HBIP), Lily Dewi Candinegara .
Karenanya, dia menyambut baik agenda hearing ini untuk mencari solusi jangka panjang bagi keberlangsungan beroperasinya smelter tersebut. Sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
Apalagi, perusahaannya masuk, karena diundang oleh Pemkab Bantaeng. Terlebih di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) seluas 3.000-an hektare tersebut menurutnya menjadi kewenangan penuh Pemda, dalam hal ini Perusda sebagai pengelola.
Sebelumnya, legislator Sulsel dapil Bantaeng Selayar, H Abdul Rahman Dg Tompo mengatakan mestinya ada ganti rugi bagi warga terdampak. Solusi lain adalah membebaskan lahan warga di kawasan industri dengan harga yang layak.
“Semua warga akan setuju itu. Termasuk saya dan keluarga yang banyak terdampak,” katanya.
Legislator lainnya, Rusli Sunari menyandingkan Smelter di Bantaeng dengan yang ada di Luwu Raya.
Di mana perusahaan harus membebaskan lahan milik masyarakat. Rapat yang dipimpin Ketua Komisi D DPRD Sulsel, Kadir Halid ini berjalan alot dihadiri Kadis ESDM Sulsel yang mewakili gubernur, Kadis Lingkungan Hidup dan Kadis Perindustrian dan Perdagangan, Ahmadi Akil.
Ahmad Akil menyebut bahwa seharusnya memang, perusahaan masuk pada Kawasan industri seperti KIBA sudah dalam keadaan clear. Dimana pemerintah daerah memfasilitasi semua perizinan termasuk bila masih ada permukiman di dalam kawasan.
Hadir juga legislator Gerindra Rusdin Tabi yang meminta PT Huady memaksimalkan tenaga kerja lokal sari total 3.000-an pekerja di perusahaan tersebut. Lainnya adalah Havid S Fasha dan Lukman B Kady. (*/)