Situasi ini sejalan dengan kemunduran kebebasan pers di Indonesia yang saat ini berada di peringkat 111 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia, turun tiga peringkat dari tahun sebelumnya.
Direktur Eksekutif Yayasan Tifa Oslan Purba mengatakan, pengiriman paket berisi kepala babi, merupakan bentuk teror terhadap kebebasan pers. Ini mencerminkan kecenderungan negara yang otoriter dan antikritik. Sejalan dengan pengesahan RUU TNI hari ini.
Koalisi Jurnalisme Aman sangat mengutuk keras tindakan ini dan meminta aparat kepolisian untuk mengusut tuntas dan menangkap pelakunya.
“Pemerintah, harus menjamin kebebasan pers dan keselamatan jurnalis di Indonesia,” ucapnya.
Direktur Eksekutif PPMN, Fransisca Ria Susanti mengatakan, jika teror terhadap kebebasan pers dibiarkan dan tidak ada upaya dari aparat yang berwenang untuk mengusut pelakunya, maka hal-hal yang lebih buruk bisa terjadi.
“Kita tidak ingin jurnalis, juga masyarakat, hidup dalam ketakutan akan ancaman dan teror hanya karena bersikap kritis terhadap kekuasaan atau punya pandangan berbeda dari pemerintah,” katanya.
Ia menegaskan bahwa setiap tindakan ancaman, intimidasi, dan kekerasan terhadap media dan jurnalis adalah pelanggaran serius bagi kebebasan pers, demokrasi dan hak asasi manusia yang dijamin dalam UU Pers dan UU HAM.
Direktur Eksekutif HRWG Daniel Awigra.
eror dengan kepala babi adalah serangan yang bersifat kultural di masyarakat Indonesia dan pelakunya wajib dipidana dengan UU Anti Diskriminasi Ras dan Etnis.
“Konsorsium Jurnalisme Aman menilai, meskipun tidak ditemukan pesan tertulis dalam paket tersebut, simbol kepala babi yang terpotong jelas dimaksudkan untuk mengintimidasi Tempo dan media lainnya yang selama ini menyuarakan kritik,” ucapnya.