MESKIPUN bukan perintis, namun di tangan Ade Sri Rahayu usaha kopi yang diwariskan keluarganya berkembang cukup pesat. Perempuan 48 tahun ini membawa kopi asal Toraja, Sulsel tersebut melenggang di pasar dunia. Terus berinovasi dan konsisten menjaga kualitas adalah kuncinya.
Laporan Nurlina Arsyad
Makassar
Untuk membuat janji ketemu dengan Owner Kopi Leluhur, Ade Sri Rahayu, bukalah perkara sulit. Ia selalu meluangkan waktu di tengah kesibukannya mengurus usahanya. Saat bertemu penulis di Hotel Claro Makassar, beberapa waktu lalu, ia bercerita awal mulanya mengurus usaha orang tuanya tersebut.
Ia mengaku sebagai generasi ke-8 mengelola usaha tersebut. Mulai terlibat pada tahun 1993, kala itu Ade sapaan akrabnya masih duduk di bangku SMA. Saat itu, masih menjual kopi mentah, namun pasarnya sudah merambah ke kota lain di luar Sulawesi seperti Lampung.
“Masih pasar lokal. Kita juga yang green bean, kopi mentah. Perusahaan-perusahaan yang ambil seperti dari Lampung,” ujarnya.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan pasar, Ade mulai berinovasi ke kopi bubuk pada 2009. Pada saat itu juga, ia mulai aktif ikut berbagai program dan pameran-pameran baik skala lokal maupun nasional. Pameran pertama yang diikuti adalah Pekan Raya Jakarta (PRJ)
Bahkan, di tahun yang sama, Ade ikut program pertukaran pelaku usaha Indonesia dan Jepang yang digagas oleh JICA. “Di sana kami melihat bagaimana pelaku usaha dan petaninya. Jadi semacam studi bandinglah,” jelasnya.
Berbekal kegiatan-kegiatan itu, ia memperluas jejaring sambil menambah wawasannya tentang pengembangan usaha. Dari pameran yang diikuti, ketemulah buyer dari Australia. Setahun kemudian, pada 2014, mereka diminta untuk dikirimkan sampel kopi 1 kg untuk dicoba. Pada saat itu masih kopi dalam bentuk biji mentah.
“Karena rata-rata memang kalau ekspor, mereka maunya yang mentah. Karena di luar negeri itu ada standar untuk olah sangrai. Jadi mereka beli sampel untuk merasakan ciri khasnya dan karakter kopi ini seperti apa,” jelasnya.
“Saya kirimkan 1 kg Arabica dan 1 kg Robusta. Saat itu kalau dipikir harga ongkos kirim ekspedisi lebih mahal sebenarnya daripada harga kopinya. Mereka tahu, tetapi tidak apa-apa. Akhirnya berbuah manis mereka suka,” sambung Ade dengan senyum mengembang.
Dari situlah pintu ekspor mulai terbuka untuk Ade. Buyer dari Australia tersebut langsung minta penandatanganan kontrak untuk suplai kopi Toraja selama tiga tahun. Total permintaan pada saat itu, adalah 14 ton. Namun, pengiriman tidak sekaligus. “Mereka minta dalam sekali pengiriman berkisar 1 hingga 5 ton,” ungkapnya.
Usaha terus berkembang, pada 2015, Ade mulai mensahkan usaha menjadi CV Luhur Abadi dengan berbagai produk kopi. Mulai dari green bean, rose bean, sangrai, kopi bubuk hingga menjadi minuman botol.