English English Indonesian Indonesian
oleh

Soal Perkara di Pakumanu, Pakar Kriminolog: Penyidik Harus Ungkap Awal Mula Kasus

FAJAR, MALILI-Perkara penganiayaan di Pakumanu perlu ditelaah asal muasalnya. Penyidik Reskrim Polres Luwu Timur diminta tidak sekadar fokus pada perkara penganiayaan saja.

Pakar Kriminolog, Prof Heri Tahir mengatakan, perkara di Pakumanu perlu ditelaah dengan baik oleh pihak penyidik. Apalagi, kasus ini muncul karena perkara kepemilikan lahan yang membawa nama lembaga adat.

Menurutnya, kasus ini menunjukkan adanya perubahan status yang tadinya pelaku, menjadi korban penganiayaan. “Jadi harus juga penyidik tahu asal muasal perkaranya. Pasti ada sebab,” ungkap Prof Heri Tahir kepada FAJAR beberapa waktu lalu.

Menurut Guru Besar Universitas Negeri Makassar ini, restoratif justice harus dikedepankan. Pidana tidak akan menyelesaikan perkara. Justru melahirkan konflik yang berkepanjangan. “Jadi penyidik kepolisian sebaiknya menyelesaikan kasus ini dengan pendekatan khusus. Baik secara budaya, maupun sosiolog,” ungkapya.

Prof Heri Tahir meminta, agar pihak penyidik melakukan penyelidikan hingga mengungkap awal mula kasus di Pakumanu terjadi. Sehingga akan ketahuan apa penyebab utamanya terjadinya penganiayaan.

Jika sudah diketahui sambungnya. Penyidik juga harus menerangkan secara detail bagaimana penganiayaan itu terjadi. Jangan sampai, korban yang memulai. Karena mengalami luka karena pertikaian, dia lantas menjadi korban. Ini sama kayak kasus begal, terus pembegalnya justru kalah adu fisik lantas menjadi korban.

Berdasarkan informasi yang dihimpun FAJAR, konflik di Pakumanu bermula dari klaim kepemilikan lahan yang mengatasnamakan tanah adat rongkong. Pihak langsung memasang papan nama penanda dan patok dengan cara merusak tanaman milik Iqbal. Begitu juga rambu milik Roi Hatta, 05 Januari 2025.

Iqbal dan Roi saat itu melapor ke Polsek Wasuponda Polres Luwu Timur. Hanya saja, perkaranya jalan di tempat. Hingga akhirnya, pihak utama yang memerintah pemasangan patok tanah adat muncul. Namanya Susan. Ia mengaku sebagai Tomakaka Rongkong, 09 Januari 2024.

Selasa, 21 Januari 2025, mediasi berlangsung di kantor Camat Wasuponda. Keputusannya, masalah ini diminta agar mengahdirkan seluruh rumpun Pongsibanne. Dimana ada tujuh rumpun untuk menyelesaikan perkara ini.

02 Februari 2025, sekelompok orang melakukan penebangan pohon. Keluarga Iqbal dan Roi menghubungi pihak kepolisian dan pemerintah agar segera hadir di lokasi kejadian. Apalagi, teguran yang diberikan tidak diindahkan sama sekali.

Karena pihak kepolisian dan pemerintah kecamatan tak kunjung hadir. Pihak keluarga Iqbal dan Roi akhirnya ambil tindakan untuk menghentikan aksi penebangan pohon tersebut. Tentu kedua belah pihak masing-masing pegang senjata tajam.

Orang tua Ikbal yang sempat melayangkan parang saat itu, dilaporkan ke Polres Luwu Timur sebagai pelaku penganiayaan. Prosesnya berjalan.

Bagaimana dengan laporan polisi keluarga Iqbal dan Roi Hatta? Ini yang jalan di tempat. Risal Mujur mewakili pihak keluarga Iqbal sangat menyayangkan hal ini. Sebab, konflik ini muncul lantaran aduannya tidak diindahkan.

Sekarang, pihak keluarganya yang dianggap sebagai pelaku penganiayaan. “Siapapun orang kalau didatangi rumahnya pakai parang. Apalagi merusak i, pasti kita melawan,” kata Risal Mujur kepada FAJAR, Minggu, (09/03/25)

Untuk itu, Risal Mujur berharap, penyidik kepolisian Reskrim Polres Lutim tidak melihat sepenggal perkara ini. Sebab, masalah ini muncul karena ada penyebab.

“Kami juga berharap, penyidik bisa membongkar siapa dalang utama dari konflik ini. Jangan sekadar melihat ada korban penganiayaan dan pelaku penganiayaan saja,” imbuhnya tegas. (ans)

News Feed