EDWARD AS
Kecamatan Tamalanrea, Makassar
Ramadan selalu menghadirkan kesibukan tersendiri bagi Asmawati. Setiap sore, saat matahari mulai condong ke barat, ia sudah siap di lapaknya di pinggir jalan kawasan Bumi Tamalanrea Permai (BTP), menjajakan aneka takjil untuk berbuka puasa. Tangannya cekatan menyusun wadah-wadah berisi kolak pisang, es buah, dan gorengan hangat yang masih mengepulkan uap. Para pembeli pun berdatangan, antre memilih jajanan favorit mereka. Baginya, momen ini adalah waktu emas, bukan hanya dalam arti rezeki yang mengalir deras, tetapi juga dalam arti yang lebih harfiah: emas yang menjadi modal usahanya.
Namun, ada satu rahasia kecil di balik dagangan Asmawati. Setiap tahun, menjelang Ramadan, ia akan melangkahkan kakinya ke Pegadaian. Sebuah amplop kecil berisi surat emas yang telah tersimpan rapi di lemari kayu tua di rumahnya akan dibawa serta. Baginya, emas bukan sekadar perhiasan, melainkan modal yang bisa digandakan.
“Setiap Ramadan, saya selalu menggadaikan emas. Uangnya saya pakai buat modal dagang,” ungkapnya sambil membungkus pesanan pelanggan.
Strategi ini telah ia jalani bertahun-tahun. Dengan tambahan modal dari Pegadaian, ia bisa memperbanyak stok dagangannya, memastikan jajanan yang ia jual lebih beragam dan segar. Uang hasil dagangannya kelak tidak hanya untuk kebutuhan sehari-hari, tapi juga untuk menebus emas yang digadaikan.
Setelah Ramadan usai, ia akan menebus kembali emasnya. Namun, kisahnya tidak berhenti di situ. Dengan perhitungan matang, ia menyisihkan sekitar 50 hingga 60 persen dari keuntungan dagangnya untuk membeli emas lagi. Baginya, ini bukan hanya cara menyimpan kekayaan, tetapi juga strategi finansial agar keuangannya tetap stabil tanpa harus membebani keluarga.