English English Indonesian Indonesian
oleh

Aliran Tarekat Anak Loloa di Maros, Ini Ulasan PakarTeologi Islam

HARIAN.FAJAR.CO, MAROS–Aliran keagamaan baru dalam Islam muncul bukan tanpa sebab. Dominan dipicu faktor ekonomi. Secara ketuhanan, ulama teologi punya penjelasan.

Menurut Prof Dr Muhammad Agus SThI MThI, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Darud Darud Da’wah wal Irsyad (DDI) Mangkoso, adanya keyakinan dan pengamalan yang menyimpang dari masyarakat berkaitan dengan ajaran agama disebabkan dua hal: kurang baca atau salah baca.

Karena itulah, salah seorang ulama besar Mesir Syekh Muhammad Dawud yang juga pakar Bahasa Arab dan Al-Qur’an, mengatakan, “Baca dengan baik, maka engkau akan paham dengan baik”.

“Namun, di samping faktor keilmuan dan pemahaman yang kurang, yang tak kalah besar pengaruhnya adalah faktor ekonomi,” urai anggota Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel
itu.

“Sehingga biasanya orang-orang yang memiliki penyimpangan keyakinan tersebut adalah orang yg berasal dari ekonomi menengah ke bawah,” sambung ulama peraih gelar profesor dari Universitas Islam Syekh Daud Al-Fathani Thailand, itu.

Agus mengatakan, kondisi seperti ini memang sudah diisyaratkan oleh nabi dalam sabdanya: “Bisa saja kefakiran/kemiskinan akan menyebabkan seseorang terjerumus dalam kekafiran”.

Fakir miskin yang dimaksud dalam hadis tersebut, bukan hanya miskin harta, namun miskin dalam arti luas, di antaranya miskin ilmu pengetahuan.

Menyikapi aliran Tarekat Anak Loloa di Maros, perlu dua pendekatan. Pertama, pendekatan ilmiah, yaitu memberikan edukasi keagamaan yang baik kepada mereka. Bukan hanya menambah bacaan dan keilmuan, namun yang tak kalah penting adalah penjelasan yang lebih rasional dan lebih bijak akan pemahaman ajaran agama kepada mereka.

“Karena selama orang mau menggunakan akalnya, maka insyaallah penjelasan rasional akan mudah diterima,” papar Doktor Tafsir Hadis UIN Makassar itu.

Kedua, pendekatan maliah atau ekonomi. Mereka perlu dibantu dan diperhatikan dari sisi kesejahteraan. Di sini perlunya kehadiran pihak pemerintah untuk memberikan bantuan kepada mereka.

“Karena biasanya, orang yang mendapatkan bantuan ekonomi itu lebih mudah mendengar nasihat dari orang yang membantunya dibandingkan dengan orang yang tidak pernah disentuh ekonominya, namun selalu dikritisi keyakinannya,” ulas anak mantu ulama STAI DDI Mangkoso, AGH Prof Dr HM Faried Wajedy LC MA, itu.

Fenomena seperti itu memberi isyarat bahwa sebenarnya masyarakat kita adalah masyarakat religi yang rindu pada Tuhannya dan ingin beragama secara sempurna.

Hanya saja mereka jarang didekati oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Tokoh agama tidak secara langsung bergaul dengan mereka, orang kaya pun tidak datang membantu mereka. Sehingga ketika ada orang yang datang mengajarkan sebuah keyakinan dengan sentuhan agama, sekalipun menyimpang, mereka langsung menerima.

Ini disebabkan karena mereka memang tidak tahu dan tidak memiliki perbandingan keilmuan dengan apa yang diajarkan kepada mereka dari pembawa aliran khas. (rin/zuk)

News Feed