FAJAR, MAKASSAR-Sidang lanjutan atas gugatan Mahasiswa UINAM, korban skorsing berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar mengungkap fakta bahwa Birokrasi Kampus Universitas Islam Negeri Makassar (UINAM) telah melakukan tindakan anti demokrasi melalui kebijakan penerbitan Surat Keputusan Skorsing oleh Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara: 124/G/2024/PTUN.Mks, yang telah memasuki agenda pemeriksaan saksi. Pemeriksaan berlangsung pada sekitar pukul 15.00 WITA di Ruang Sidang Candra (6/3).
Dalam agenda pemeriksaan saksi, beberapa fakta persidangan yang muncul. Pertama, pemanggilan pemeriksaan dugaan pelanggaran etik dan tata tertib yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan Universitas (DKU) melanggar asas umum pemerintahan yang baik karena Penggugat diberi panggilan secara mendadak.
Undangan diterima setidaknya kurang dari 1 jam untuk menghadiri pemeriksaan, akibatkanya Penggugat tidak dapat menghadiri. Sehingga dalam hal Tergugat melalui DKU telah melanggar Asas Standar Pelayanan yang baik dalam Asas- Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB).
“Saya bersama Alhaidi pada saat mendapatkan panggilan tersebut. Surat diterima Alhaidi pada pukul 16.05 melalui pesan whatsapp. Dia diminta hadir di DKU hari itu juga, padahal sudah pukul 16.00 WITA lewat. Sehingga tidak memungkinkan untuk hadir pada saat itu. Dia menunggu panggilan selanjutnya, tapi tidak pernah lagi dipanggil dan langsung diskorsing,” ungkap saksi Widya pada saat persidangan.
Selain itu, akibat panggilan mendadak tersebut pemeriksaan yang dilakukan oleh DKU tidak menghadirkan Alhaidi sebagai pihak yang akan diperiksa, sehingga mengabaikan hak Alhaidi untuk menyampaikan klarifikasi dan pembelaannya.
DKU sebagai lembaga internal UIN Alauddin Makassar yang bertanggung jawab atas pemeriksaan kode etik mahasiswa jelas mengabaikan AAUPB dan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Tindakan DKU menyalahi asas transparansi dan asas kecermatan, pemeriksaan dilakukan tanpa menghadirkan saksi sehingga tidak ada keterbukaan dan informasi mengenai apa yang dilanggar oleh Alhaidi. Pemeriksaan tersebut juga tidak objektif dengan tidak mendengarkan pernyataan Alhaidi dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh DKU.
Tindakan DKU yang ditanggapi Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dengan mengeluarkan surat Keputusan Skorsing kepada Alhaidi jelas menimbulkan dampak merugikan. Alhaidi mendapat sanksi skorsing selama satu semester.
Sedangkan Alhaidi telah melakukan pembayaran UKT, memprogramkan mata kuliah pada semester tersebut. Hal ini jelas merugikan Alhaidi baik dari sisi materil dan non materil.
“Pihak UIN mengabaikan hak Mahasiswa dengan melakukan pemanggilan saksi dengan cara yang tidak layak dan tidak proporsional, karena sangat mendadak. Pemanggilan dilakukan hanya sekali dengan waktu yang sangat singkat. Hal tersebut tentunya mempersulit Mahasiswa menyampaikan pembelaannya. Sialnya, Dekan justru menanggapi hasil pemeriksaan oleh DKU dengan mengeluarkan SK Skorsing terhadap Alhaidir,” jelas Hutomo selaku Kuasa Hukum
Fakta persidangan kedua, terungkap bahwa Alhaidi selaku Penggugat mendapatkan tindakan intimidasi dari Wakil Dekan 3 yang meminta Alhaidi untuk mencabut gugatan.
“Pada hari Senin, saya menemani Penggugat untuk menghadiri panggilan dari Wakil Dekan (Wadek). Saya mendengar, Wadek meminta Alhaidi untuk mencabut gugatannya. Jika tetap melanjutkan gugatan, pihak kampus akan menahan nilai KKN Alhaidi. Padahal Alhaidi telah mengikuti KKN sepenuhnya karena dinyatakan lulus berkas,” terang Zainal dalam kesaksiannya di ruang persidangan. (*/)