SuarA: Nurul Ilmi Idrus
Tagar Indonesia Gelap ini mendadak menjadi tren di media sosial, terutama di X. Sejak pertengahan Februari 2025, tagar ini bergema sebagai cerminan kekecewaan masyarakat terhadap sejumlah kebijakan pemerintahan Prabowo. Aksi demonstrasi besar-besaran dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dan berbagai elemen masyarakat sipil dengan menyuarakan keprihatinan atas kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan masyarakat dan membuat masa depan Indonesia tampak gelap, dilambangkan dengan garuda yang diwarna-hitamkan.
Berbagai kasus muncul, terutama kasus-kasus mega korupsi berskala ratusan hingga ribuan triliun. Ada kasus korupsi timah ala Harvey Moeis, ada kasus korupsi di Pertamina, dengan jumlah yang fantastis dan dilakukan oleh orang-orang terlanjur dikenal sebagai orang yang memiliki rekam jejak yang “mengagumkan” dan dekat dengan penguasa. Tidak heran jika masyarakat menjadi hopeless karena keterkaitan yang begitu kuat antara orang-orang yang terlibat orang-orang memiliki kekuasaan. Muncul pertanyaan, apakah ini merupakan bentuk komitmen Prabowo untuk memberantas korupsi, atau ini justru menunjukkan hal sebaliknya?
Berbagai aksi protes dilakukan. Poster Indonesia Gelap menyinggung tentang MBG yang merupakan singkatan dari Makan Bergizi Gratis yang diplesetkan menjadi Makanan Beracun Gratis karena kebijakan MBG menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap masyarakat. Meskipun anak mendapatkan makan siang gratis di sekolah, tapi orang tua tidak dapat menyediakan makan malam bagi anggota keluarga karena, misalnya, pendapatan menurun atau bahkan di-PHK. MBG juga menyebabkan efisiensi anggaran pembangunan, dan menimbulkan pertanyaan apakah efisiensi anggaran bisa menyebabkan penghematan dan berdampak positif bagi masyarakat, atau justru merugikan masyarakat karena efisiensi anggaran yang tidak tepat. MHB idealnya dipilot-project-kan dulu sebelum diimplementasikan sepenuhnya agar tidak menimbulkan efek yang mengguncangkan masyarakat.
Ada pula aksi protes dalam bentuk lagu, yang dibawakan oleh Band Sukatani berjudul: “Bayar, Bayar, Bayar.” Lagu tersebut berlirik kritikan terhadap polisi yang dianggap sarat dengan bayar-bayar alias pungutan liar (pungli). Sebagai akibatnya, lagu dibredel, personilnya meminta maaf, vokalisnya dipecat dari pekerjaannya. Kritikan memang sulit diterima oleh telinga karena kita cenderung mau mendengar yang baik-baik. Sebagai simbol solidaritas, mahasiswa melakukan aksi dan dalam salah satu posternya bertuliskan: “Polisi baik adalah oknum.” Padahal biasanya yang tidak baik justru dianggap oknum.
“KaburAjaDulu” adalah slogan lain yang juga viral di media-media sosial dan menjadi perbincangan hangat di dunia nyata. Istilah ini merujuk pada tren anak muda yang memilih kabur ke luar negeri untuk memcari peluang yang lebih baik karena kondisi di dalam negri yang gelap, terutama dari aspek ekonomi, sosial, dan politik. Bermigrasi ke negara lain menjadi jalan keluar individu dan sebagai bentuk resistensi. Ini ditunjang oleh postingan-postingan pengalaman bekerja di luar negeri bagi anak muda dan membuat mereka semakin tergiur untuk kabur ke luar negri. Artinya, Indonesia harus memiliki kebijakan untuk mencegah kaburnya tenaga kerja muda yang diharapkan menjadi generasi emas di tahun 2045.
Generasi emas yang dicita-citakan terwujud pada tahun 2045 sisa 20 tahun lagi, merupakan waktu yang relatif singkat untuk sebuah perubahan yang signifikan sepertinya masih gelap jika menilik situasi dan kondisi yang terjadi di tanah air saat ini. Emas yang harusnya berkilau bahkan dari kejauhan (2025) yang mengilaukan generasi bangsa Indonesia justru kelihatan gelap.
Berbagai bentuk aksi Indonesia Gelap merupakan simbol kekecewaan atas berbagai kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan kepentingan masyarakat dan menunjukkan bahwa Indonesia memang sedang tidak baik2 saja. Aksi Indonesia Gelap ini menanti langkah konkret pemerintah. Akankah itu terjadi? Au ah, gelap!