EDWARD AS
MAKASSAR
Di sebuah ruangan kecil yang dikelilingi oleh benang warna-warni, tangan Andi Tenri Pakkua Bungawalia lincah menari, merajut mimpi dan harapan. Setiap simpul yang ia buat bukan hanya sekadar karya tangan, tetapi juga kisah panjang tentang kehilangan, ketabahan, dan keinginan untuk berbagi cahaya bagi orang lain.
Dahulu, Tenri hanyalah seorang perempuan biasa yang menjalani kehidupan dengan penuh cinta bersama ibunya. Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Kehilangan ibunya karena kanker menjadi titik balik yang mengubah segalanya. “Saat itu saya merasa seperti kehilangan arah. Dunia terasa begitu hampa,” kenangnya dengan suara bergetar.
Dalam duka yang mendalam, Tenri menemukan ketenangan dalam rajutan skill yang diajarkan oleh nenek pengasuhnya sejak kecil. Benang-benang yang terjalin dalam jemarinya seolah merajut kembali semangat yang sempat pudar. Rajutan menjadi tempatnya melabuhkan kesedihan, mengurai kesedihan benang demi benang, hingga tanpa sadar, ia mulai menciptakan sesuatu yang lebih besar dari sekadar terapi pribadi.
Keahliannya semakin berkembang, dan ia mulai berbagi ilmu kepada orang lain. Tahun 2013 menjadi titik awal perjalanannya ketika ia mengadakan workshop kriya bagi ibu rumah tangga di sekitarnya. Awalnya, hanya sedikit yang tertarik, tetapi lama-kelamaan banyak yang ingin belajar. Dari sinilah, ia mulai berpikir: mengapa tidak menjadikannya sebuah usaha?
Maka lahirlah Ungatawwa Handmade, sebuah brand yang menghidupkan harapan dari benang-benang kecil. Perjalanan usahanya tak selalu mulus. Tenri harus menghadapi tantangan besar, mulai dari pemasaran hingga produksi. Namun, kerja kerasnya membuahkan hasil. “Kami mulai sering ikut pameran, dari Solo, Jogja, hingga Thailand,” ujarnya dengan mata berbinar.
Seiring berjalannya waktu, produk rajutan khasnya mulai menarik perhatian hingga ke luar negeri. Boneka rajut buatannya kini telah diekspor ke Australia dan beberapa negara lainnya. Setiap rajutan yang ia buat membawa kisah, membawa cinta, dan menjadi bagian dari perjalanan banyak orang.
Namun, Tenri tidak hanya ingin sukses untuk dirinya sendiri. Ia ingin perempuan lain juga merasakan manfaat dari rajutan seperti dirinya. Oleh karena itu, ia mendirikan komunitas Welang Pelang, yang dalam bahasa Bugis berarti “perempuan mandiri.” Komunitas ini menjadi rumah bagi banyak perempuan, termasuk janda dan ibu rumah tangga yang ingin belajar merajut dan memperoleh penghasilan tambahan.
“Di sini, mereka bukan hanya mencari uang, tapi juga menemukan makna dalam keseharian mereka,” jelasnya.
Selain mengembangkan usaha, Tenri juga aktif dalam kegiatan sosial. Ia bekerja sama dengan Yayasan Sosial Da’wah untuk membuat merchandise yang hasilnya disalurkan bagi pasien kanker. Bahkan, ia terlibat dalam produksi film pendek yang mengenang ibunya—sebuah karya yang tak hanya membangkitkan kenangan, tetapi juga menjadi suara bagi perempuan yang memiliki kisah serupa.
Kini, langkahnya semakin mantap. Tenri memiliki visi besar untuk Ungatawwa Handmade. “Kami sedang melakukan riset untuk mendaur ulang limbah tekstil menjadi benang rajut. Ini akan menjadi langkah besar menuju produksi yang lebih berkelanjutan,” katanya penuh semangat.
Dari setiap rajutan yang dibuatnya, Andi Tenri Pakkua Bungawalia bukan hanya menciptakan produk, tetapi juga merajut harapan—bagi dirinya, bagi komunitasnya, dan bagi siapa pun yang percaya bahwa dari benang-benang kecil, mimpi besar bisa terjalin.
Terpisah Projek Rumah UMKM BRI Makassar, Ayu Anisela menuturkan, Rumah UMKM memberikan fasilitas bagi komunitas untuk berkumpul dan berbagi pengalaman, termasuk bagi Kak Unga yang mengembangkan komunitas KBSKEM. “Kami memberikan space bagi Kak Unga untuk menjadi tempat berkumpul komunitasnya, sehingga bisa semakin berkembang,” ujarnya.
Usaha kriya memiliki potensi yang sangat besar, terutama bagi kalangan milenial. Ayu menuturkan bahwa banyak anak muda yang tertarik mengikuti workshop kerajinan tangan, seperti pembuatan gelang dan rajutan. “Dulu kami juga berasal dari binaan, terutama yang milenial. Saya senang sekali jika ada workshop semacam ini karena banyak peminatnya,” katanya.
Dalam upaya membantu pemasaran produk UMKM, Rumah UMKM BRI Makassar memiliki beberapa program, termasuk internship di Divisi Digital Marketing. “Kami menjalankan program review produk dan kunjungan langsung ke tempat usaha sebagai bentuk promosi,” jelas Ayu. Selain itu, mereka juga aktif mengadakan sesi live jualan di TikTok guna meningkatkan eksposur produk UMKM.
Terkait pendanaan, Ayu menjelaskan bahwa program bantuan lebih banyak berasal dari program yang diikuti oleh peserta UMKM. “Kami sebagai fasilitator Rumah BUMN hanya berperan sebagai penghubung,” tambahnya.
UMKM binaan Rumah UMKM BRI Makassar juga berhasil menembus pasar internasional. Salah satu contohnya adalah Kak Unga yang baru saja mengikuti program Berlin Preneur. “Program ini merupakan inisiatif kantor pusat untuk membantu promosi global bagi UMKM binaan,” ujar Ayu.
Sejak tahun 2021, jumlah anggota komunitas binaan Rumah UMKM BRI Makassar terus meningkat. “Dulu hanya sekitar 300 orang, sekarang sudah lebih dari seribu anggota,” ungkap Ayu. Dari berbagai jenis usaha, sektor F&B masih mendominasi dengan persentase mencapai 70 persen.
Menghadapi bulan Ramadan, Rumah UMKM BRI Makassar merencanakan berbagai kegiatan, termasuk workshop kriya dan Bazar Ramadan. “Kami ingin menghidupkan suasana Ramadan dengan mengundang berbagai komunitas untuk berpartisipasi,” terang Ayu.
Bagi masyarakat yang tertarik bergabung, Rumah UMKM BRI Makassar terbuka untuk semua kalangan, baik yang sudah memiliki usaha maupun yang baru ingin belajar tentang kewirausahaan. “Siapa saja bisa bergabung, cukup datang, registrasi, lalu akan kami tambahkan ke dalam grup untuk mendapatkan informasi seputar pelatihan, program, dan bazaar,” tutupnya. (*)