HARIAN.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR – Dialog Budaya Session 7 kembali diselenggarakan dengan mengangkat tema “Mencari Akar Moderasi Beragama dalam Tradisi Bugis dan Makassar.” Acara ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni Dr. Saprillah Syahrir, S.Ag., M.Si. yang juga Kepala Balai Litbang Agama Makassar, serta Dr. Syamsurijal Ad’nan, S.Ag., M.Si., peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Dalam diskusi tersebut, Dr. Saprillah Syahrir menekankan bahwa konsep moderasi beragama sebenarnya telah lama hidup dalam budaya Bugis-Makassar. Salah satu istilah yang mencerminkan hal tersebut adalah sipakatau, yang bukan sekadar saling menghargai, tetapi berakar pada filosofi bahwa manusia itu satu, meskipun memiliki berbagai rupa. Dengan kata lain, konsep ini mengajarkan penghormatan terhadap sesama tanpa memandang identitas sosial maupun agama.
“Moderasi beragama sangat erat kaitannya dengan penerimaan terhadap lokalitas. Menjaga tradisi adalah bagian dari upaya menjaga negara,” tambah Dr. Saprillah sesuai keterangam tertulis yang diterima FAJAR, Jumat (28/2/2025).
Sementara itu, Dr. Syamsurijal Ad’nan mengungkapkan bahwa moderasi beragama dalam konteks Sulawesi Selatan memiliki basis yang kuat dalam nilai-nilai kearifan lokal. Salah satunya adalah konsep assi’ mangereng, yang menekankan solidaritas dan kebersamaan.
“Dalam masyarakat Bugis-Makassar, hubungan antara manusia tidak hanya terbentuk dalam interaksi sosial, tetapi juga dalam keterkaitan dengan alam, tumbuhan, dan hewan. Ini mencerminkan rasa persaudaraan yang bersifat komunal,” jelasnya.