English English Indonesian Indonesian
oleh

Tantangan Pemimpin Daerah di Tengah Keterbatasan Fiskal dan Aksi “Indonesia Gelap”

Oleh: Andi Januar Jaury Dharwis

Pemilihan kepala daerah adalah salah satu bentuk nyata dari otonomi daerah yang memberikan kewenangan bagi pemimpin lokal dalam mengelola wilayahnya. Seharusnya, kepala daerah yang terpilih adalah sosok yang paling unggul di antara jutaan penduduk di daerahnya, dengan visi dan strategi yang jelas untuk membangun perekonomian lokal.

Namun, di tengah keterbatasan fiskal akibat efisiensi anggaran pemerintah pusat, para pemimpin daerah dihadapkan pada tantangan berat dalam menjaga stabilitas ekonomi wilayah mereka. Hal ini semakin diperparah dengan maraknya aksi “Indonesia Gelap” yang digaungkan oleh mahasiswa dan masyarakat, sebagai bentuk protes atas kondisi ekonomi yang semakin sulit dan kurangnya penciptaan lapangan kerja.

Efisiensi Anggaran dan Dampaknya ke Daerah

Sejak beberapa tahun terakhir, kebijakan efisiensi anggaran yang dijalankan pemerintah pusat berdampak langsung pada daerah, terutama dalam bentuk berkurangnya pendapatan transfer. Dana Alokasi Umum (DAU) yang semakin terbatas dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang lebih terfokus pada proyek-proyek strategis nasional membuat ruang fiskal daerah semakin menyempit. Akibatnya, belanja pemerintah yang selama ini menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi mengalami stagnasi, bahkan melemah.

ICOR dan Daya Dorong Ekonomi yang Melemah

Dalam teori ekonomi, belanja pemerintah seharusnya menjadi daya dorong dalam menekan Incremental Capital Output Ratio (ICOR), yang berarti memastikan investasi yang dilakukan dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang optimal. Namun, ketika belanja daerah melemah, dampaknya bisa berantai: investasi swasta ikut lesu, penciptaan lapangan kerja terhambat, dan daya beli masyarakat menurun.

News Feed