“Penegakan hukum yang tegas dan transparan harus diperjuangkan, memastikan bahwa pelaku kejahatan lingkungan mendapatkan hukuman yang setimpal,” sambungnya.
Selanjutnya menurut Ahkam, reformasi kebijakan tata ruang dan sumber daya alam harus mulai dilakukan, termasuk di dalamnya membatasi alih fungsi hutan dan lahan konservasi untuk perkebunan dan pertambangan, dan memberikan ruang kepada publik dalam perencanaan pembangunan dan pengawasan terhadap perusakan lingkungan.
Tema yang diusung dalam Reforming kali ini menggambarkan keresahan, kegelisahan, dan kegeraman dalam melihat situasi belakangan ini, di mana problem lingkungan dan tata ruang sudah sangat kasat mata, dan berlangsung terus menerus seolah-olah tanpa ada upaya untuk memperbaiki.
Dalam diskusi ini, hadir berbagai peserta dari latar belakang yang berbeda, mulai dari akademisi perguruan tinggi, pendidik/kepala sekolah, mahasiswa, wirausahawan, hingga aktivis sosial, berkumpul untuk membahas kejahatan tata ruang dan lingkungan hidup yang terjadi di depan mata kita.
“Pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan dan keuntungan semata, harus dihentikan. Sudah saatnya kita menggunakan paradigma Pancasila di dalam pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia,” pungkas Muttaqin Azikin mengakhiri sesi Reforming hari itu. Diskusi berakhir pada pukul 16.30 Wita. (*)