Oleh: Guru Besar FH UI Prof Topo Santoso
Dalam sistem peradilan pidana Indonesia, peran Jaksa memiliki kedudukan yang sangat strategis. Sebagai pemegang asas dominus litis, Jaksa berfungsi sebagai pengendali perkara, baik dalam mengajukan suatu kasus ke pengadilan maupun dalam menentukan penghentian penuntutan. Prinsip ini, yang telah lama diterapkan dalam sistem hukum civil law, menjadi landasan utama dalam menjaga kualitas dan efektivitas proses hukum di Indonesia.
Sering kali ada anggapan bahwa Jaksa hanyalah perantara antara penyidik dan pengadilan, sekadar membawa berkas perkara dari satu pihak ke pihak lain. Pandangan ini keliru dan tidak mencerminkan peran esensial Jaksa dalam sistem peradilan pidana. Sebagai pengendali perkara, Jaksa memiliki wewenang untuk memastikan bahwa perkara yang diajukan memiliki dasar hukum yang kuat, sehingga dapat menghindari kesalahan dalam penuntutan yang bisa berujung pada kegagalan proses hukum.
Jaksa juga berfungsi sebagai pengawas dalam setiap tahapan penyidikan hingga penuntutan. Keterlibatan ini tidak hanya untuk menjamin efektivitas proses hukum, tetapi juga untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum lainnya.
Dalam praktiknya, peran dominus litis oleh Jaksa sudah mulai diterapkan dalam kasus-kasus tertentu, seperti tindak pidana pemilu dan dalam kerja Satgas Mafia Tanah. Pada tindak pidana pemilu, Jaksa bekerja sama dengan penyidik dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) guna mempercepat proses hukum dalam batasan waktu yang sangat ketat. Hal ini menunjukkan bagaimana Jaksa tidak hanya bertindak sebagai penuntut, tetapi juga sebagai pengawal keadilan dalam penyelesaian perkara pemilu.