Untuk menghadapi tantangan tersebut, Kemenperin menyusun lima strategi utama, yaitu:
- Fasilitasi Ketersediaan Bahan Baku
Melakukan koordinasi dengan kementerian terkait guna memastikan rantai pasok bahan baku furnitur yang ideal melalui Pusat Logistik Bahan Baku Industri Furnitur. - Peningkatan SDM Terampil
Mendirikan Politeknik Furnitur dan Pengolahan Kayu di Kendal dengan tiga program studi: Teknik Produksi Furnitur, Desain Furnitur, dan Manajemen Bisnis Industri Furnitur guna menghasilkan tenaga kerja terampil. - Ekspansi Pasar dan Riset Pasar
Memfasilitasi pelaku industri dalam pameran furnitur internasional, seperti Index Plus New Delhi di India, serta mendorong belanja produk ber-TKDN dalam negeri melalui APBN. - Peningkatan Produktivitas dan Kualitas Produk
Menjalankan Program Restrukturisasi Mesin/Peralatan Industri Pengolahan Kayu sejak 2022, yang telah memfasilitasi 33 perusahaan dengan total nilai reimburse Rp20,6 miliar. Selain itu, Kemenperin mengadakan workshop desain furnitur dan menerapkan standar SNI untuk meningkatkan kualitas produk. - Penciptaan Iklim Usaha Kondusif
Memberikan insentif perpajakan (tax allowance, tax holiday, super deduction tax), preferensi tarif, serta kemudahan prosedur ekspor dan impor bahan baku.
Putu menegaskan bahwa industri furnitur nasional harus tetap memperhatikan pasar dalam negeri dengan inovasi produksi yang lebih efisien dan ramah lingkungan. “Kesadaran lingkungan yang meningkat diharapkan dapat mendorong pelaku industri untuk menerapkan circular economy, menggunakan bahan baku lestari, serta mengurangi emisi gas rumah kaca,” tambahnya.
Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur, optimistis industri furnitur nasional akan terus berkembang dengan target ekspor mencapai USD6 miliar atau Rp98 triliun pada tahun 2030. “Salah satu upaya kami untuk mengembangkan pasar adalah melalui pameran IFEX pada Maret 2025,” ungkapnya. (edo)