FAJAR, MAKASSAR- Kasus dugaan pelecehan dan kekerasan seksual kembali terjadi di lingkungan kampus. Kali ini, kejadiannya di Universitas Negeri Makassar (UNM).
Kasus ini mengejutkan publik karena melibatkan seorang dosen laki-laki yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap seorang mahasiswa laki-laki. Akibatnya, hal ini menggemparkan kampus, khususnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FIS-H).
Presiden BEM FIS-H UNM Makassar, Fikran Prawira membenarkan kabar ini. Kasus ini sedang dalam proses penanganan oleh Polda Sulsel. “Kami sudah mendapat info mengenai pelaporan korban kekerasan seksual oleh oknum dosen. Sekarang sedang dalam proses penanganan di Polda Sulsel,” ujarnya, Selasa, 18 Februari.
Pihaknya bersama seluruh lembaga di FIS-H UNM siap mengawal kasus ini hingga tuntas. “Kami harus kawal, karena kasus ini fatal. Insyaallah kami akan kawal bersama penasihat hukum dan kawan-kawan,” tegasnya.
Kasus ini juga menyita perhatian pegiat isu gender UNM, Herli. Dia menyayangkan jika pelecehan ini benar-benar terjadi di UNM. Sebab menurutnya, UNM merupakan kampus yang dikenal sebagai pencetak guru profesional.
Herli meminta agar pihak birokrasi UNM bisa kooperatif bersama penegak hukum dan berpihak kepada korban. Menurutnya, di momen inilah komitmen UNM diuji, untuk menciptakan ruang yang aman bagi semua kalangan. “Sangat disayangkan jika hal ini benar terjadi. Sebab, kampus harus menjadi tempat yang aman bagi semua,” kata Herli.
Herli menekankan, UNM harus bersikap tegas dalam memberantas kekerasan seksual di lingkup kampus. Dia meminta agar pihak kampus memberikan sanksi berat berupa pemecatan terhadap terduga pelaku dan tidak memberi ruang sedikit pun bagi mereka.
“Penanganan kekerasan seksual bukan tindakan yang merusak citra kampus, justru sebaliknya. Jika penanganan tegas diterapkan, UNM bisa menjadi kampus percontohan dalam penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan,” jelasnya.
Sebagai alumni, Herli menegaskan, akan memberikan perhatian khusus terhadap perlindungan korban secara holistik. Perlindungan ini mencakup aspek psikis, sosial, digital, dan akademik selama proses hukum berlangsung.
“Kami berkomitmen untuk melakukan intervensi dengan variabel apa pun, termasuk akses terhadap pendidikan korban. Korban berhak mendapatkan perlindungan penuh,” imbuhnya.
Ia juga berharap agar tidak ada lagi pelaku kekerasan seksual yang dilindungi oleh institusi. Menurutnya, kampus harus menjadi tempat belajar dan bekerja yang aman, dengan menjamin ruang aman bagi semua civitas akademika. “Semoga ini menjadi pelajaran bersama agar UNM dan kampus lainnya lebih proaktif dalam menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman,” paparnya. (wid/*)